Kamis, 29 Agustus 2013

SUKSESKAN PILKADES!



Hari Kamis besok tanggal 5 September 2013 masyarakat Desa Kedungwuluh Lor akan melaksanakan pesta demokrasi pemilihan Kepala Desa atau Pilkades untuk masa bakti 6 tahun kedepan. Sebagai warga masyarakat mari kita sukseskan mbaranggawe desa kita dengan datang ke lapangan dan mencoblos bagi yang sudah memiliki hak pilih. Gunakan hak pilih anda dengan sebaik-baiknya untuk menentukan pemimpin desa kita; pilih yang terbaik yang sekiranya lebih bisa membawa Desa Kedungwuluh Lor menjadi lebih baik. Jangan pernah suara kita mau dibeli oleh siapa saja; baik calon kades, tim suksesnya ataupun para tukang judi. Takutlah kepada Alloh karena yang demikian termasuk dosa, meskipun pada prakteknya money politic sudah dianggap satu hal yang lumrah dalam pilkades.
Pilkades hanya event sesaat, kalau pun kita mendukung seorang calon maka janganlah berlebihan, gunakan akal sehat maka jangan sampai kita menjadi terpecah dan  jangan sampai kita menuruti hawa nafsu yang akan dapat menyebabkan terganggunya hubungan kita dengan orang lain.
Kita berdoa semoga pilkades Desa Kedungwuluh lor akan dapat berjalan dengan lancar dan dapat terpilih lurah yang bisa membawa kebaikan bersama, baik dunia maupun akhirat.

Mendidik Anak Sholat



Ahad kemarin sebagai reward/hadiah atas keberhasilan anak saya yang telah memperoleh prestasi disekolah. Saya mengajak 2 anak saya yang kelas 3 dan 5 MIM untuk ikut ke Wonosobo untuk bisa mengetahui suasana kampus serta agar mereka mengetahui kemana selama ini bapaknya pergi tiap hari ahad dan mudah-mudahan juga dapat menyemangati mereka untuk bisa lebih giat belajar, “ramane sing wis bapak-bapak be gelem sekolah lan sinau; apamaning inyong sing esih enom”. Kebetulan kuliah saya yang biasanya sampai sore kemarin hanya pagi sampai dluhur sehingga setelah dluhur  saya juga bisa mengajak anak-anak untuk jalan-jalan menikmati wisata di Wonosobo dan Banjarnegara.
Selesai kuliah belumlah dluhur, ketika pergi dari kampus ternyata ban motor saya kempes sehingga saya meninggalkan anak-anak saya untuk nambal ban. Saat saya kembali dari nambal ban, anak saya “Bi, nunggu Abi suwe banget dados Ifa Iza teng mesjid sholat kalih rokaat kalih rokaat”; saya  berbahagia sekali ternyata anak-anak saya sudah sholat dan sudah mengetahui dan melaksanakan sholat jamak dan qoshor. Maka saya jawab “Sipp! itu anaknya Abi yang cantik dan sholihah”.
Ketika sampai dirumah waktu sudah ba’da isya, dan kami belum sholat maghrib dan isya namun karena capeknya saat leyeh-leyeh saya mulai terjangkiti rasa ngantuk, bahkan sudah sedikit terlelap, saat itulah anak saya mengajak saya untuk sholat berjamaah”Bi ayuh sholat maghrib kali isya sareng-sareng, mbok angsal tigo kali kalih”
Apa yang bapak lakukan saat demikian; lagi cape dan ngantuk tapi diajak sholat sama anak? Maka saya kuatkan diri saya untuk bangun dan menerima ajakan mereka karena inilah yang selama ini kami ajarkan dan saya ingin memberi contoh kepada anak-anak kami.
Beberapa hari yang lalu; sepulang sekolah anak saya yang kelas 5 cerita kepada kami Abi dan Uminya “Mii, wau teng sekolahan bocah-bocah kan ditakeni teng Pak Guru ‘Siapa yang tadi pagi sudah sholat shubuh?’ Masya ya Mi, sekelas mung bocah 5 thok, sing liane mboten biasa sholat shubuh termasuk sing jerene mpun baligh!”
Itu ditingkat MI, kami yang sekarang ada di MTs dan MA dalam pelaksanaannya sholat terutama diawal tahun ajaran masih ada yang sholatnya tidak tertib. Anak MTs masih pada bermain sendiri saat sholat sedang untuk anak MA memang sudah tidak ada yang main-main karena malu namun saat ditanya sholat dirumah juga masih banyak yang belum genap 5 waktu. Maka sebulan pertama tahun ajaran baru ini kami di MTs-MA Muhammadiyah Purwokerto tiap pagi mengajari anak lewat pengeras suara bacaan-bacaan sholat  karena sebagian anak kita memang belum hafal doa-doa yang harus dibaca ketika sholat dan mendisiplinkan anak dalam pelaksanaan sholat berjamaah dengan salah satu guru bertugas dibelakang yang akan mengawasi anak didiknya lalu jika ada anak yang masih main-main maka ia harus mengulangi sholatnya. Saat menjadi guru di MTs Muhammadiyah Patikraja, pada awalnya pelaksanaan sholat juga masih banyak yang bermain-main, namun melalui pembinaan akhirnya pelaksanaan sholat berjamaah akhirnya berjalan dengan tertib; anak-anak kalo ada gurunya terutama saya; ‘mlirik be ora wani’.
Kita tahu bahwa pelaksanaan sholat jumat dimasjid kita ini juga belumlah tertib apalagi khusyu’ secara berjamaah. Anak-anak dibelakang biasa ramai ngomong dan bermain bukan hanya pada saat khutbah tapi juga saat sholat jum’atnya. Saya tahu saya sedang tidak disekolah dan mereka yang dibelakang juga bukan murid-murid saya, ketika saya duduk dibelakang anak-anak masih berani bicara dengan temannya, ketika saya mengingatkan supaya diam baru diam tapi sebentar lagi rame lagi, ketika sholat yang disekitar saya sudah diam yang agak jauhan sedikit pada ribut sendiri. Maka persoalan ini perlu perhatian kita semua maka beberapa hal tersebutlah yang melatarbelakangi saya untuk menyampaikan masalah bagaimana mendidik anak agar tertib sholat?
Mengingat Surat At-Tahrim ayat 6 yang sering dibacakan khotib:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Salah satu dari sekian banyak kewajiban orang tua adalah mendidik anak shalat. Dalam Islam, anak-anak memang belum dikenai beban syari’at sampai mereka baligh. Namun mereka harus dididik dan dilatih sejak masa anak-anak agar menjadi terbiasa melakukan syari’at ketika telah dewasa. Maka beberapa hal hendaknya dilakukan orag tua agar anaknya bisa menjadi orang yang menegakan sholat adalah:
Pertama: wajib bagi orang tua dan guru untuk mengajarkan kepada mereka perihal thoharoh (bersuci, berwudhu), menjelaskan kepada mereka tata cara sifat wudhu yang benar sesuai tuntunan nabi, syarat sah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang membatalkannya. Misalnya pada waktu-waktu shalat orang tua mengajak anak untuk langsung melakukan shalat dengan bimbingan. Mulai dari tata cara thaharah dan berwudhu pada anak, bagaimana membentuk barisan, diikuti dengan praktek shalat yang benar serta menghafalkan doa-doa secara bertahap. Jangan2 anak kita biasa ribut karena belum bisa doa-doa sholat atau tidak tahu kalo sholat itu punya rukun dan hal wajib yang harus dilakukan.
Kedua: Orang tua harus mengajarkan dan menanamkan kepada anak bahwasannya mendirikan sholat adalah merupakan kewajiban sebagai mukmin dan juga sebagai wujud rasa syukur kita sebagai manusia kepada Allah Ta'ala atas limpahan segala nikmatNya yang tak mungkin bisa kita untuk menghitungnya. Tanamkan kesadaran kepada mereka, bahwa dalam setiap tarikan dan hembusan nafas kita, dalam setiap kedipan mata kita, dalam setiap detik yang kita lalui, bahkan dalam sekecil apapun aktivitas yang kita lakukan, kita tak pernah luput dari menikmati karunia dan kenikmatan yang Allah berikan. mengingatkan bahwa kewajiban setiap  mukmin adalah menegakkan sholat 5 waktu disamping ada shalat-shalat sunnah. Shalat merupakan amalan yang pertama kali akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Pantas apabila Rasullullah SAW memerintahkan kepada para orang tua untuk mendidik putra-putrinya agar mau melaksanakan shalat sejak sedini mungkin. Bahkan, apabila pada usia tertentu anak-anak masih enggan untuk melaksanakan shalat, orang tua boleh memberikan sanksi.
Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) meriwayatkan dari Amr bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (وصححه الألباني في "الإرواء"، رقم 247)
"Perintahkan anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun. Bedakan mereka di tempat tidurnya." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwaul Ghalil, no. 247)

Ketiga: kita harus mendidik anak untuk belajar disiplin dalam memelihara waktu dan menjaga berbagai aturan yang terkait dengan waktu, dan tidak membiarkan diri untuk menyia-nyiakan waktu. Anak harus mengetahui bahwa waktu merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim yang berjalan seiring dengan pergantian malam dan siang, dan disetiap tarikan nafas kita merupakan bagian dari waktu yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Keempat: Setiap pencapaian anak dalam belajar shalat merupakan sebuah prestasi baginya. Sudah selayaknyalah kita sebagai orang tuanya memberikan penghargaan. Penghargaan tidak hanya diberikan atas prestasi akademik formal, tetapi hendaknya penghargaan diberikan ketika anak mengerjakan shalat lima waktu dengan benar atau pun mampu membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Bentuk penghargaan tidak harus uang atau barang tapi berupa pujian dan ucapan yang bersifat dukungan.
Kelima: Mengoreksi Kesalahan
Sebagian orang tua menganggap bahwa tidak mengapa membiarkan anak melakukan kesalahan dalam setiap pemenuhan syarat dan rukun dalam ibadah shalat. Mereka biasanya beralasan bahwasanya toh masih anak-anak ini, sehingga kebanyakan berprinsip “masih mending mau shalat juga”, dari pada nggak..!!
Adapun contoh-contoh kesalahan yang sering dibiarkan misalnya membiarkan anak wudhu tidak sempurna, pakaian yang tidak sesuai dan gerakan shalat yang cenderung asal-asalan. Padahal pendidikan yang membekas itu akan didapat manakala diajarkan sejak dini. Oleh karena itu hendaknya orang tua senantiasa memperhatikan kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan si anak dalam menjalankan praktek ibadah shalat dan memperbaikinya.

Kelima: Menggunakan semua sarana yang tersedia dengan cara nasehat yang mudah dan lembut. Menyediakan buku-buku, majalah dan kaset-kaset CD yang berbicara tentang perkara shalat serta menjelaskan kedudukannya yang tinggi.
Keenam: Teladan yang baik dari orang tua dalam mendidik anak rajin shalat ini harus diwujudkan dengan teladan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi orang tua harus rajin mendirikan sholat agar sang anak bisa meniru keteladanan yang baik dari orang tuanya sendiri. Keteladanan orang tua yang baik serta contoh yang baik pula akan memiliki pengaruh sangat besar bagi perkembangan kepribadian anak-anaknya maka dibutuhkan waktu serta kesabaran orang tua disamping ketekunan dan keseriusan sang anak itu sendiri.
Ketujuh: Mengajak anak untuk ikut sholat agar anak bisa belajar dan terbiasa melakukan sholat dengan tetap menjaga agar anak tidak mengganggu pelaksanaan sholat, oleh karenanya anak yang kecil harus disamping orangtunya, sedang anak yang sudah agak besar namun belum bisa serius  dalam sholat hendaknya diselingi orang dewasa yang akan dapat mengingatkannya agar mengurangi keributan diantara anak-anak. 
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا (سورة مريم: 55)
"Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya." (QS. Maryam: 55)
Bahkan ajakan dan latihan anak-anak untuk sholat tidak hanya saat anak sudah dewasa namun juga ketika anak masih saat bayi. Saya memiliki anak yang baru berusia 3 bulan namun ia sudah biasa ikut sholat ketika kami berjamaah dirumah, ia kami tempatkan disebelah saya yang menjadi imam, sedang kakak-kakaknya yang perempuan dan ibunya dibelakangnya.
Kedelapan: Mendorong anak untuk bergaul dengan orang yang komitmen melaksanakan shalat ditambah dorongan positif dalam diri mereka untuk berlomba dalam kebaikan dalam berupa menunaikan shalat dan bersegera dalam kebaikan.
Kesembilan: Kerjasama untuk saling mendukung dari semua anggota keluarga, sekolah dan masyarakat. Antara bapak dan ibu dan anggota keluarga yg lain harus kompak dalam mendidik anak, begitu pula peran guru disekolah harus bisa membiasakan anak untuk bisa dan biasa sholat serta tutut mengawasi anak dilingkungannya. Maka saya sudah meminta kepada guru MIM ikut mengawasi anak-anak yang sholat dimasjid ini yang tentunya sebagian besar adalah siswa MIM. Orang tua dan guru hendaknya tidak bosan memberikan peringatan, nasehat, bimbingan, pembinaan, walaupun anak-anak mengulangi lagi sikap meremehkan dan mengabaikan sholat karena tidak seorang pun yang tahu, kapan waktunya ucapan nasehat akan bermanfaat baginya.
Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا (سورة طه: 132)
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (QS. Thaha: 132)
Kesepuluh: orang tua tidak boleh egois ingin nikmat ibadah sendiri tanpa memperhatikan  bagaimana kondisi anak-anak. Kita berangkat sendiri sementara anak-anak kita baru lari-lari pada saat sudah iqomat. Kita duduk didepan sementara anak cucu kita dibelakang bermain sendiri. Memang shof terdepan adalah shof yang terbaik maka kita ingin mendapatkan shof yang paling depan, namun kita juga hendaknya mengajak anak kita untuk memperoleh shoft terdepan bersama kita. Maka anak kita ikut sholat jumat ajaklah ia bersama kita, dampingi ia contohlah Ustadz Lukman ini dan alangkah baiknya kalau ada petugas yang mengatur anak yang datang agar tidak ngumpul di ambalan depan menghadap kejalan dan ngobrol sendiri, tapi segera merapat kedepan bersama orang yang lebih dewasa serta berusaha mendengarkan khutbah.
Kesebelas: Sedang sang khotib juga berusaha untuk bisa menyampaikan materi yang pasnya tidak hanya untuk orang dewasa saja tapi juga menyampaikan materi yang pas untuk anak dan remaja dan dengan suara yang bisa didengar hingga kebelakang yang dapat menggunakan pengeras suara yang baik; dalam hal ini juga termasuk imam saat membacakan takbir dan ayat al-qur’an.
Keduabelas: Memperbanyak doa dan harap kepada Allah, semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka di jalannya yang lurus dan menjadikan mereka termasuk orang-orang yang suka melaksanakan shalat dan bertakwa. Hal ini pada kenyataannya merupakan sebab yang paling bermanfaat untuk kebaikan anak keturunan kita agar  anak-anak kita bisa menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah yang dapat memberi kemanfaatan dunia akhirat bagi orangtuanya.
“ROBBIJNGALNII MUQIIMASHOLAATI WAMINNDZURRIYYATII ROBBANAA WATAQOBBALDUNGA”

Rabu, 28 Agustus 2013

Demokrasi Busuk Pilkades


Demokrasi Busuk Pilkades
Abd. Sidiq Notonegoro  Anggota Panwaslu Kabupaten Gresik
KORAN SINDO, 19 April 2013
  
Konon walau tidak dalam wilayah kerja penyelenggara pemilu (KPU dan Panwaslu), pemilihan kepala desa (pilkades) merupakan aktualisasi pemerintahan politik yang berasal langsung dari rakyat. 

Maka tidak mengherankan bila kegiatan pilkades pun tidak kalah serunya dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres). Pembedanya hanyalah pilkades berada di wilayah yang sangat lokal, yaitu desa. Sebagai bagian dari pemerintahan politik, seorang kepala desa pun dipilih langsung melalui proses pemungutan suara sebagaimana layaknya pemilu. 

Setiap warga masyarakat di daerah tersebut —- yang dibuktikan dengan kartu kependudukan —- yang sudah memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih, memiliki hak yang sama untuk menyalurkan aspirasi suaranya. Pendek kata, persyaratan administrasi yang diberlakukan sama persis dengan aturan dalam penentuan pemerintahan politik, misalnya : usia minimal 17 tahun atau sudah menikah, bukan anggota TNI/ Polri, memiliki surat panggilan, mencoblos surat suara yang sudah ditentukan panitia dan seterusnya. 

Ironisnya, walau hanya perhelatan pemilu lokal di tingkat desa, berbagai kebusukan politik dibalik kegiatan pilkades tidak dapat dielakkan. Bahkan dapat dikatakan, penodaan nilai-nilai demokrasi di pilkades jauh lebih busuk dibandingkan pemilihan umum di tingkatan pemerintahan politik yang lebih tinggi. 

Salah satu contoh kebusukan dalam pilkades yang paling menonjol ialah merajalelanya praktik politik uang (money politics) karena tidak ada sanksi hukum yang bersifat mengikat, kecuali hanya sanksi moral. Konyolnya, praktik money politicsdalam pilkades dianggap sebagai hal yang lumrah dan dipandang sebagai tradisi yang tidak harus dipersoalkan. Sebagian besar masyarakat bahkan sangat mengharapkan adanya pembagian uang dari para kontestan pilkades tersebut. 

Sebaik apapun integritas kontestan, tapi jika tidak memberikan ‘upeti’ kepada masyarakat pemilih, kecil harapan untuk memenangkan pilkades. Sebaliknya, seorang kontestan yang secara nyata di hadapan masyarakat memiliki reputasi buruk —- baik integritas moral maupun profesionalitas —-, bila kucuran upeti mengalir lancar kepada masyarakat, harapan menang pun akan ada di depan mata. 

Pembusukan pilkades melalui praktik money politics juga tidak semata-mata dilakukan oleh kontestan yang ingin memenangkan persaingan dengan cara yang tidak jujur, bahkan justru yang paling membuat heboh ialah para botoh (petaruh). Para botoh ini pada umumnya justru orang-orang dari luar desa yang sedang melaksanakan perhelatan demokrasi tersebut. 

Tidak jarang para botoh tersebut yang membagi-bagikan uang kepada masyarakat agar memilih kontestan tertentu. Harapannya, bila calon yang didukungnya menang, maka botoh tersebut akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari uang yang dibagikan kepada masyarakat. Banyak model dan modus yang dilakukan para ‘tim sukses’ cakades maupun botoh dalam membagi uang kepada masyarakat. 

Di antaranya melalui ‘serangan fajar’ pada pagi hari menjelang hak suara pemilih dipergunakan. Tidaklah mengherankan, semakin banyak cakadesnya, maka akan semakin banyak pula ‘uang panas’ tersebut beredar di tengahtengah masyarakat pemilih. Setiap individu pemilih memiliki harga tersendiri. Kisaran uang yang diterima individu pemilih ratarata antara lima puluh ribu hingga satu juta rupiah. 

Semakin banyak anggota keluarga yang memiliki hak pilih, dapat dipastikan semakin besar pula uang panas yang diperoleh keluarga tersebut. Bila dalam pemilu, para praktisi money politics cenderung menjalankan aksinya secara diam-diam, sebaliknya dalam pilkades terjadi secara terang-terangan. Kontestan, tim sukses hingga botoh tidak lagi punya malu untuk membagi-bagi uang kepada masyarakat. 

Lebih konyol lagi, ada pula yang membagi uang secara terang-terangan dijalan dengan cara menghadang masyarakat yang sedang menuju tempat pemungutan suara (TPS), atau bahkan ada yang membaginya di depan TPS. Panitia pilkades pun cenderung tidak ambil pusing dengan situasi itu, dan menganggap sebagai urusan internal kontestan. Mengapa panitia diam? Bagi panitia pada umumnya yang penting ritual pilkades berjalan lancar, juga tidak ada jerat hukum yang bersifat mengikat bagi pelaku money politics. 

Risiko terburuknya adalah konflik horizontal antar pendukung dan menganggap pilkades tidak berjalan secara sportif. Pertanyaannya, mengapa money politics dalam pilkades tidak dianggap sebagai pelanggaran pidana seperti halnya dalam pileg, pilpres maupun pilkada? Tampaknya sudah saatnya keadaban pemilu diturunkan hingga tingkat desa. Desa merupakan wilayah pemerintahan politik paling dasar dalam sistem pemerintahan di negeri ini. 

Akhirnya, dalam rangka menuju desa yang berperadaban dan dipimpin oleh kepala desa yang berintegritas tinggi, money politics dalam pilkades sudah saatnya dikategorikan sebagai kejahatan pemilu. Mungkin cukup ideal bila wilayah kerja penyelenggara pemilu tidak berakhir di pilkada, tapi juga sampai ke tingkat pilkades.
Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter