Selasa, 04 Maret 2014

IKHTIAR MENCARI PEMIMPIN YANG MEMBERDAYAKAN



Pemilu sebentar lagi; saat dimana kita akan memilih dan menentukan pemimpin negeri ini yang akan duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif yang akan menjalankan roda pemerintahan lima tahun kedepan. Disinilah kita dituntut untuk cermat dalam memilih agar pemilu yang telah menghabiskan anggaran trilyunan benar-benar dapat memilih pemimpin yang mampu memberdayakan rakyat dan membawa kesejahteraan.
Menurut Fattah (2004: 88), pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Menjadi pemimpin berarti telah memikul sebuah beban yang sangat berat yang kelak  akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Namun mengapa sekarang ini, berjuta-juta orang memimpikan dan berjuang keras untuk menduduki kursi anggota legislatif dan jabatan sebagai seorang pimpinan. Apa motivasi mereka memperebutkan jabatan, benarkah mereka ingin menjadi wakil rakyat dan memperjuangan kesejahteraan rakyat?
Rasulullah bersabda:
"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum tersebut". (H.R. Abu Nu'aim)
Sayangnya, hari ini banyak pemimpin yang justru bersikap sebaliknya. Mereka yang terpilih menjadi pimpinan malah memperalat kaum yang dipimpinnya untuk kepentingan diri, keluarga, partai, dan golongannya sendiri. Sangat langka sosok pemimpin idaman yang seumpama pelayan kaumnya yang tulus memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, seperti cerminan hadits di atas.
Seringkali program yang mereka gulirkan sarat kepentingan politik. Masyarakat merindukan sosok pemimpin negarawan bukan politikus, yakni mereka yang mengedepankan kepentingan rakyat bukan partainya. Kita merindukan sosok yang cerdas dan mencerdaskan yang mampu memberdayakan masyarakat. Pemimpin yang memberdayakan berarti pemimpin yang mampu menggugah masyarakat untuk bertindak aktif dan kreatif membangun diri, masyarakat dan bangsanya menuju kesejahteraan diri dan kemajuan bangsanya. Pemimpin tersebut memahami betul kehidupan sosial budaya masyarakat, karakteristik dan potensi daerahnya sehingga ia akan mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam secara efektif dan efisien.
Apakah sistem politik dan sistem pemilihan umum yang diberlakukan di Indonesia kurang tepat? Atau memang kesalahan ada pada pemimpin atau rakyat yang memilihnya?
 “Demokrasi yang dibangun di Indonesia saat ini masih pragmatis dan sangat minim melibatkan partisipasi publik sehingga masih sebagai demokrasi prosedural”, kata Irman Gusman pada Dialog Kebangsaan: Kepemimpinan Transformatif Solusi Pasca Pemilu 2014, di Jakarta 19/12/2013.
“Demokrasi prosedural ini karena kepemimpinannya didominasi kepemimpinan transaksional,” katanya. Menurutnya, kepemimpinan transaksional sulit membawa Indonesia untuk mencapai kemandirian ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dan menurut Mantan Ketua MK, Mahfud MD, pemimpin transaksional merupakan ekses dari sistem politik di Indonesia yang berbiaya mahal sehingga sejak awal rekrutmen sudah mengeluarkan biaya cukup mahal.
“Karena itu pemimpin yang terpilih, berpikir bagaimana mengembalikan biaya mahal yang sudah dikeluarkannya,” katanya.
Maka janganlah dipilih  seorang caleg yang telah menghambur-hamburkan uang sebelum pemilu tapi lupa kalau sudah selesai pemilu, janganlah dipilih partai yang hanya ribut kalau mau pemilu, yang sudah terbukti korupsi, yang hanya pandai mengobral janji dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suaranya dengan tidak memperhatikan aturan-aturan negara dan agama.
Jangan kita fanatik terhadap partai. Boleh saja kita pindah partai politik pilihan kita dengan memilih yang lebih baik dan bisa membawa perubahan kepada kebaikan, memberdayakan dan mensejahterakan.
Kita sebagai pemilih jangan materialis, jual suara kemana-mana, datang kerumah calon untuk minta sesuatu. Ada seorang yang dengan bangganya mengatakan kepada temannya: “Aku tah arep milih maring sing aweh duit, endi sing aweh duit akeh kuwe sing tek pilih” Dalam hati saya berfikir ”kayak kuwe kok bangga”.  Orang seperti ini kalo jadi pejabat juga hanya mementingkan kepentingannya sendiri. 
Kepemimpinan dalam Islam harus didasarkan pada hukum Alloh dan mencontoh teladan terbaik kita, Rosululloh Muhammad SAW, sebagaimana termaktub dalam Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. Beliaulah yang telah memberi keteladanan dalam memimpin dengan sifatnya yang kita ketahui bersama:  Sidik, Tabligh, amanah dan fathonah.
Sebagai seorang muslim kita seharusnya pun menjadikan Islam sebagai sebuah minhajul hayyah system hidup atau pandangan hidup maka seharusnya setiap muslim senantiasa siap diatur dengan aturan Islam (Al-quran dan Hadits) serta selalu memperhatikan diri dan langkahnya apakah telah sesuai dengan Islam ataukah belum?
Tuntunan Islam didalam memilih pemimpin antara lain adalah :
1.    Bukan orang kafir
 janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali’dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa yang berbuat demikian , niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh”(Al-Imron:28)
Wali menurut mufasir berarti teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong.
Jadi kita dilarang memilih pemimpin yang kafir, walaupun itu bapak atau saudara kita. Sebagaimana Alloh nyatakan dalam Q.S Attaubah ayat 23:
 hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau jadikan bapak-bapak dan saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu jika mereka lebih mengutamakan  kekafiran atas keimanan, dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang dzolim
2.    Bukan Yahudi dan Nasrani
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzolim  (Al-Maidah:51).
Secara umum kita juga telah memahami bahwa mereka pada dasarnya akan berusaha membawa kita kepada agama mereka, sebagaimana Alloh nyatakan dalam Al-Baqoroh: 120:
 orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan itu datang kepadamu, maka Alloh tidak akan menjadi pelindung dan penolong bagimu
3.    Bukan orang yang memusuhi islam
Q.S Mujadalah 14-16 
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Alloh sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan sedang mereka mengetahui. Alloh telah menyediakan bagi mereka adzab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Alloh”.
Q.S Al-Mumtahanah ; 1 :
 hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka, karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu
4.    Pilihlah orang yang beriman
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Alloh, Rosul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat, dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Alloh). Dan barangsiapa mengambil Alloh, rosul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Alloh itulah yang pasti menang”. (Al-Maidah:55-56)
Sebagai muslim yang baik tentunya kita juga menginginkan pemimpin yang selain cerdas dari sisi keilmuan terutama ilmu kepemimpinan dan pemerintahan maka kita juga menginginkan pemimpin kita juga benar dari sisi pemahaman dan pengamalan keislaman serta memiliki akhlaq yang mulia karena setiap orang juga akan membawa apa yang diyakininya tersebut dalam kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Ketika pemahaman benar dan telah teruji keteladanannya dalam masyarakat maka kebijakan yang diambil juga akan benar.
Akhlaq seorang pemimpin menurut Musman Thalib (2010:115) adalah:
a.    Ikhlas karena Alloh
b.    Tidak tercampuri dengan keinginan pribadi
c.    Memiliki rasa empati dan peduli
d.    Dapat menjadi uswah hasanah
e.    Berjalan diatas kebenaran
f.     Sadar kewajiban menyampaikan kebenaran
g.    Bijaksana karena Alloh
h.    Bertawakal dan memohon pertolongan hanya kepada Alloh
i.      Memiliki semangat juang yang tidak dilandasi keduniawian
j.      Mental yang kuat dalam menghadapi cobaan.
Memilih pemimpin dalam Islam sangat menghajatkan syarat-syarat yang sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Sebagai muslim marilah kita memanfaatkan pemilu sebagai sarana untuk memilih pemimpin dan sebagai sarana untuk memperbaiki masyarakat dan negara kita agar lebih makmur sejahtera.
Pemilu yang akan diselenggarakan merupakan momentum yang strategis untuk melakukan perubahan dalam kehidupan berbangsa. Hendaknya kita menggunakan hak pilih kita sesuai kemantapan hati, dengan memilih calon pemimpin yang beriman, bertaqwa, jujur, terpercaya, aktif , aspiratif dan mempunyai kemauan dan kemampuan memberdayakan masyarakat sehingga rakyat memiliki kemampuan membangun bangsanya.
Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter