Sabtu, 20 September 2014

Quo Vadis Muhammadiyah Banyumas

Perjalanan panjang telah dilalui oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang telah memasuki usia 105 tahun menurut perhitungan kalender hijriyah. Muhammadiyah telah ada sebelum negara ini ada, ia telah menapaki perjalanan panjang berbagai kondisi sosial politik negeri ini dan kita patut bersyukur karena jarang ada sebuah organisasi sosial yang hidup lebih dari satu abad. Namun mau sampai kapankah Muhammadiyah bisa bertahan adalah sebuah pertanyaan yang harus direnungkan dan menjadi tantangan tersendiri bagi para aktifis didalamnya termasuk para aktifis Muhammadiyah di Banyumas; apakah Muhammadiyah saat sekarang terutama di Banyumas lebih baik dari sebelumnya ataukah semakin merosot kualitasnya dan jika terus menerus merosot tanpa mau berbenah maka tunggulah kehancurannya.
Mari kita mencoba metani permasalahan yang ada dihadapan kita; saya katakan kita karena saya sendiri adalah pimpinan disebuah amal usaha Muhammadiyah, saya juga masuk di kepengurusan ranting, cabang dan daerah disamping masih juga salah satu ketua di Pemuda Muhammadiyah Daerah Banyumas dan saya juga yakin kebanyakan pembaca adalah aktifis Muhammadiyah atau ortomnya jadi Muhammadiyah adalah kita dan permasalahan Muhammadiyah adalah permasalahan kita. Tentunya sudut pandang satu dengan yang lain bisa berbeda namun setidaknya pandangan saya dapat menjadi masukan agar kita sadar bahwa kita punya masalah dan setelah kita juga harus mencoba mencari solusi dari permasalahan tersebut demi perbaikan kedepan organisasi kita.
Sudah menjadi sunatulloh bahwa perjuangan mesti akan berhadapan dengan tantangan dan Menurut Haidar Natsir tantangan Muhammadiyah memasuki abad kedua akan semakin kompleks ketimbang masa sebelumnya namun setiap generasi diharapkan memiliki strategi yang tepat sasaran mencapai keberhasilan dalam mewujudkan tujuan organisasi yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagaimana Muhammadiyah di tempat lain Muhammadiyah di Banyumas memang gerakan amal, oleh karena itu telah berdiri banyak amal usaha terutama di bidang pendidikan dari mulai PAUD/ TK yang jumlanya ratusan, puluhan MI/SD juga puluhan SMP/MTs juga puluhan SMA/MA/SMK sampai Perguruan Tinggi yakni UMP, termasuk Pondok Pesantren yang telah berdiri di Cilongok dan Kemranjen. Bidang pendidikan merupakan bidang andalan persyarikatan dan kita memiliki Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengurusinya. Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah di Banyumas telah jauh tertinggal dari ormas yang lain. Dengan NU kita jauh keselip dari sisi kuantitas, dari Al-Irsyad kita jauh tertinggal dari sisi kualitas. Majelis dikdasmen perlu terobosan-terobosan yang inovatif dalam mengelola lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan tenaga ahli yang memang bekerja untuk pengembangan programnya karena pengurus yang ada adalah orang yang supersibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Berbagai persoalan di lembaga pendidikan Muhammadiyah memerlukan penanganan yang lebih dari PDM melalui Majelis dikdasmennya. Peningkatan kualitas SDM suatu hal yang harus segera digarap, banyak guru sebenarnya adalah guru yang tidak layak namun dibiarkan dan tidak ada tindakan tegas. Suasana di sekolah Muhammadiyah terlalu “familier” dengan ketidakberesan, sepertinya karena guru dan karyawannya adalah orang titipan dan lewihan yang tidak diterima di lembaga lain sehingga cenderung tidak berkualitas tapi pekewuh untuk diberhentikan. Banyak juga guru karyawan yang tidak memahami visi misi dan tujuan Muhammadiyah, mereka hanya numpang hidup untuk mencari sesuap nasi dan kesempatan menjadi  pegawai negeri atau minimal tunjangan impassing dan atau sertifikasi. Mereka belum sadar untuk menghidupkan dakwah persyarikatan dan ogah-ogahan jika supaya ikut kegiatan persyarikatan. Bagaimana mau mencetak anak didik yang mau aktif di Muhammadiyah sementara gurunya saja tidak mau aktif di Muhammadiyah? Bagaimana mau mencetak siswa yang rajin ngaji sementara gurunya malas mengaji? Bagaimana mau mencetak siswa yang rajin beribadah sedang gurunya juga enggan berjamaah? Bagaimana mau mencetak siswa yang mau menutup aurat sementara gurunya juga hanya menutup aurat sebagai formalitas disekolah semata? Bagaimana mau mencetak siswa yang fasih dan hafal Al-Qur’an sedang gurunya juga masih belum terbata-bata dan belum hafal juzz ‘amma. Mau dibawa kemana sekolah Muhammadiyah? Sekarepe kepala sekolahnya, karena belum ada sistem yang bagus dan baku dalam pengelolaan sekolah Muhammadiyah.
Masalah lain yang muncul di Pendidikan Muhammadiyah adalah karena ketidak adanya keteladanan dari pimpinan persyarikatan di hampir semua level yang tidak mau menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah/madrasah Muhammadiyah. Bagaimana mau mengajak orang lain sekolah di Muhammadiyah jika putra-putrinya sendiri juga tidak disekolahkan di sekolah Muhammadiyah? Maka banyak sekolah Muhammadiyah yang semakin menurun jumlah peserta didiknya, bahkan terancam bubar.
Di bidang sosial Panti Asuhan Muhammadiyah telah ada di Purwokerto, Sokaraja, Ajibarang, Wangon dan Pekuncen. Begitu pula Klinik/ Balai Pengobatan yang telah ada di Purwokerto, Karanglewas, Kemranjen, Tambak termasuk Rumah Sakit Islam Purwokerto yang awalnya memang milik Muhammadiyah; sekarang mulai kembali ke pangkuan Muhammadiyah.
Menjadi pertanyaan kita bersama; sudahkah amal usaha tersebut dikelola dengan baik dan memberikan kontribusi yang positif bagi perjuangan persyarikatan. Sudahkah Muhammadiyah memperhatikan apa yang terjadi di amal usahanya, sudahkah kita melakukan program pembinaan dan mempersiapkan kepemimpinan di setiap amal usaha Muhammadiyah tersebut. Seringkali Muhammadiyah mendirikan sebuah amal usaha dengan perjuangan dari anggotanya dengan tertatih-tatih namun ketika sudah besar dan bisa mandiri banyak yang sudah merasa tidak memerlukan Muhammadiyah lagi. Mereka berjalan sendiri, tidak melaporkan kebijakan dan keuangan yang dikelolanya, keputusan yang telah ditetapkan pimpinan persyarikatan dianggap angin lalu saja dan seperti sudah membentuk dinasti tersendiri dalam majelis atau amal usaha yang dikelolanya tersebut. Ini barangkali akibat terlalu lamanya tidak ada pergantian dalam sebuah majelis atau amal usaha. Maka sebagaimana jabatan presiden dan juga pimpinan sekolah Muhammadiyah yang sudah dibatasi 2 periode, maka pimpinan dalam Majelis atau lembaga dan amal usaha Muhammadiyah yang lain juga perlu dibatasi.
Ketika ada permasalahan di majelis atau lembaga maka Pimpinan Daerah seharusnya lebih bertindak proaktif melakukan pendampingan dan pemberdayaan terhadap personil yang bermasalah. Pengurus harus berani nylentik kepada personil yang  mbalelo dan menyimpang dari visi misi organisasi dan jika mereka tidak juga kembali kepada khithoh maka mereka lebih baik supaya mengundurkan diri sehingga tidak menjadi benalu di persyarikatan. Begitu pula majelis atau lembaga terhadap karyawannya di amal usaha Muhammadiyah yang menjadi bidang garapnya. Pengurus perlu lebih tegas dalam masalah ini karena penguruslah yang bertindak sebagai pemilik. Apa yang telah dilakukan di UMP untuk dapat diteruskan dan diikuti di AUM yang lainnya.
Berbicara tentang UMP walaupun secara struktural berada di Majelis Dikti Pimpinan Pusat Muhammadiyah namun sejarah historis adalah didirikan atas usaha keras PDM Banyumas masa dahulu yang ketika sudah mapan dan berkembang jangan sampai kacang lupa akan kulitnya. Antara UMP dan PDM harus saling bersinergi dalam program dan pendanaan. Rencana UMP mengalokasikan anggaran ke persyarikatan melalui PDM Banyumas- imbas kenakalan anak muda Muhammadiyah- seharusnya segera dapat direalisasikan seutuhnya, tanpa perlu sungkan-sungkan meminta realisasi apa yang pernah diucapkan pimpinan UMP, meskipun ketika di kampus personal PDM merupakan dosen di UMP.   
Dalam bidang ekonomi belum nampak program nyata pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang terlihat baru ada BMT yang pendiriannya juga bukan inisiatif dari PDM namun lebih karena inisiatif pribadi, cabang atau ortom sehingga dalam perjalanannya juga belum ada mekanisme hubungan yang jelas dengan PDM. Sehingga muncul egoisme pribadi dan cabang yang tidak mau membantu program Muhammadiyah kalo bukan dari cabangnya sendiri.
Lembaga yang sudah terlihat aktif adalah lazismu yang dalam waktu yang relatif singkat telah dirasakan manfaatnya dalam mendukung program persyarikatan dan banyak melibatkan ortom dan AUM dalam kegiatannya. Hal tersebut karena berhasil memberdayakan potensi kaum muda di Muhammadiyah. Hal tersebut perlu ditiru oleh majelis dan lembaga yang lain.
Lembaga lain yang juga cukup terlihat dan menjadi magnet bagi pengurus adalah KBIH, lembaga ini memiliki daya tarik karena memiliki pendanaan yang cukup dan ada harapan untuk bisa haji gratis atau setengah gratis dengan menjadi pembimbing. Karena memiliki anggota yang dianggap mampu maka lembaga ini terkesan menjadi sapi perahan bagi persyarikatan ketika ada proyek yang harus diselesaikan. Namun lembaga ini belum banyak bersinergi dan membantu bagi ortom dan AUM lain.
Dalam bidang dakwah, kita belum memiliki inovasi, kita masih berdakwah secara konvensional, ceramah dan pengajian umum masih menjadi program utama, Majelis Tabligh masih berkutat mengurusi pengajian rutin selapanan di cabang. Pengajian selapanan ditingkat cabang pun bila ada yang tidak berjalan atau mengalami penurunan secara kualitas dan kuantitas belum ada upaya serius untuk menghidupkan atau menggairahkan kembali. Banyak dai-dai yang sudah dijadwal namun tidak menjalankan tugasnya ada yang karena sibuk dengan urusan sendiri ada juga yang karena saking larisnya di luar sehingga yang di Muhammadiyah dinomorduakan. Oleh karena itu mending mereka yang kurang aktif diganti dengan yang muda-muda sebagai proses pembelajaran dan perkaderan bagi anak muda. Gerakan jamaah dakwah jamaah hanya sekedar teori yang belum diwujudkan secara konkrit.
Kalau dahulu Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang banyak diterima dan hidup didaerah perkotaan namun kini Muhammadiyah sudah kurang laku di kota. Hal tersebut dapat dilihat dari lesu dan matinya aktifitas pengajian di ranting-ranting di Purwokerto, banyaknya masjid/mushola yang dulu merupakan milik atau dibawah koordinasi dakwah Muhammadiyah sekarang terbengkalai atau sudah dikuasai kelompok lain. Maka ke depan Muhammadiyah perlu lebih mengoptimalkan peran masjid-mushola sebagai corong dakwah persyarikatan. Bagaimana agar pengurus masjid mushola juga sekaligus pengurus aktif di ranting dan cabang; bagaimana agar pengurus masjid dan mushola memiliki program yang berkesinambungan dengan program Muhammadiyah. Bagaimana agar Muhammadiyah mengupayakan peningkatan kualitas pengelolaan masjid dan mushola, pembinaan imam dan khotib, pengajian rutin jamaah, pelatihan manajemen masjid dan mushola.
Jika tanpa koordinasi dengan pengurus Muhammadiyah maka yang terjadi satu masjid atau mushola akan berjalan sendiri-sendiri; ada yang aktif ada yang mati, ada yang terlalu berani berbeda dan mengambil keputusan sendiri dalam masalah fikih tanpa berpedoman pada hasil yang telah ditetapkan Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid karena memang sudah tidak ada kajian tentang fiqih yang sesuai tarjih. Maka disitulah jamaah akan mulai mbrodoli dan bergabung dengan jamaah lain. Muhammadiyah perlu lebih meningkatkan kualitas imam masjid agar pemahaman Islam, fikih dan memiliki tajiwid dan hafalan yang layak sebagai seorang imam, sehingga akan terkikis anggapan umum bahwa orang Muhammadiyah tidak fasih kalau menjadi imam.
Bidang perkaderan masih kurang kita perhatikan. Angkatan Muda Muhammadiyah kita yang jarang kita sapa. Mereka tidak ada aktifitas kita biarkan saja, pengurus Muhammadiyah  banyak yang gagal mendidik anak-anak kita menjadi aktifis Muhammadiyah dan juga tidak berhasil mendidik kader dalam organisasi, sehingga aktifitas AMM kurang bergairah bahkan banyak AMM yang tidak ada di cabang-cabang dan jika hal ini terus-menerus terjadi maka lambat laun Muhammadiyah semakin hilang dari peredaran dakwah dan suatu saat hanya tinggal sejarah. Kita tetap berharap pada Robb namun kita juga harus memaksimalkan ikhtiar dalam perjuangan ini terutama dalam mencetak generasi masa depan, generasi yang mau memperjuangkan Islam terutama melalui persyarikatan Muhammadiyah kita sebagai alat perjuangan menegakan dan menjunjung tinggi agama kita.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. Annisa:9)

Anak muda perlu perhatian kita, jika ada kegiatan tolong bantu mereka, jika tidak ada kegiatan oprak-opraki mereka agar ngadakan kegiatan, mari kita dorong anak, cucu, ponakan dan keluarga kita yang lain untuk terlibat dalam kegiatan persyarikatan. Kita pernah mendirikan Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathon, namun ternyata sudah tidak ada aktifitas lagi dan kita pun diam saja dengan kevakuman PS HW Banyumas.
Kita harus terus bergerak dan memperbaiki gerak perjuangan kita. Majelis dan lembaga perlu lebih mengoptimalkan peran berupa program yang dapat dirasakan oleh anggota dan masyarakat sehingga gaungnya lebih terasa ditengah umat, pimpinan Muhammadiyah perlu lebih turun ke akar rumput apalagi tren sekarang masyarakat menginginkan pemimpin yang merakyat yang seneng blusukan. Oleh karenanya pengurus perlu lebih membuka diri terhadap permasalahan umat dan memperbanyak program blusukan. Atau sepertinya pada periode yang akan datang lebih diperbanyak pengurus yang tidak dari pegawai atau karyawan yang biasanya bersifat mriyayeni dan sok birokratis.
Peran politik Muhammadiyah ditingkat lokal juga sepertinya mengalami kemerosotan dan belum optimal sebagaimana seharusnya. Kita menyadari jumlah orang Muhammadiyah tidak banyak namun karena kebanyakan adalah kaum intelek maka biasanya memiliki peran yang lebih signifikan namun sekarang orang Muhammadiyah kurang berperan dalam pemerintahan bahkan yang sudah masuk di pemerintahan pun akhirnya tidak berani menampilkan kemuhammadiyahanya karena takut menghalangi karirnya. Lebih-lebih di Kementerian Agama Muhammadiyah lebih terpinggirkan lagi, padahal beberap periode sebelumnya peran Muhammadiyah sangat signifikan di depag. Sepertinya jaringan dan komunikasi antar pengurus disemua tingkatan serta dengan lembaga di luar Muhammadiyah perlu mendapat perhatian untuk masa yang akan datang.
Termasuk dengan media massa baik cetak maupun elektronik yang sepertinya kita belum mendapat tempat dihati media massa yang ada. Pemuda Muhammadiyah yang pernah mencoba menjalin kerjasama dengan beberapa media ternyata belum mendapat respon positif dari pimpinan dan warga Muhammadiyah.

Mari kita berbenah, mari kita melakukan revitalisasi gerakan tajdid kita, mari kita berinovasi dalam berdakwah agar diusia yang sudah tua (105 tahun), kita tidak membiarkan organisasi kita menjadi tua renta tak berdaya yang tinggal menunggu Sang Pencabut Nyawa, mari kita nlungsumi tuk menjadi muda kembali, bersemangat kembali dan berlari menjemput mimpi dan asa kita; “Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”
Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter