Pemilu sebentar lagi;
saat dimana kita akan memilih dan menentukan pemimpin negeri ini yang akan
duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif yang akan menjalankan roda
pemerintahan lima tahun kedepan. Disinilah kita dituntut untuk cermat dalam
memilih agar pemilu yang telah menghabiskan anggaran trilyunan benar-benar
dapat memilih pemimpin yang mampu memberdayakan rakyat dan membawa
kesejahteraan.
Menurut Fattah (2004:
88), pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Menjadi pemimpin berarti telah memikul sebuah beban yang
sangat berat yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Namun mengapa sekarang ini, berjuta-juta
orang memimpikan dan berjuang
keras untuk menduduki kursi anggota legislatif dan
jabatan sebagai seorang pimpinan. Apa motivasi
mereka memperebutkan jabatan, benarkah mereka ingin menjadi wakil rakyat dan
memperjuangan kesejahteraan rakyat?
Rasulullah bersabda:
"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum
tersebut". (H.R. Abu Nu'aim)
Sayangnya,
hari ini banyak pemimpin yang justru bersikap sebaliknya. Mereka yang
terpilih menjadi pimpinan malah
memperalat kaum yang dipimpinnya untuk kepentingan diri, keluarga, partai, dan golongannya
sendiri. Sangat langka sosok pemimpin idaman yang seumpama pelayan kaumnya yang
tulus memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, seperti cerminan hadits di atas.
Seringkali program yang mereka gulirkan sarat kepentingan
politik. Masyarakat merindukan sosok pemimpin negarawan bukan politikus, yakni
mereka yang mengedepankan kepentingan rakyat bukan partainya. Kita merindukan
sosok yang cerdas dan mencerdaskan yang mampu memberdayakan masyarakat. Pemimpin
yang memberdayakan berarti pemimpin yang mampu menggugah masyarakat untuk
bertindak aktif dan kreatif membangun diri, masyarakat dan bangsanya menuju
kesejahteraan diri dan kemajuan bangsanya. Pemimpin tersebut memahami betul
kehidupan sosial budaya masyarakat, karakteristik dan potensi daerahnya sehingga
ia akan mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumber daya yang
ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam secara efektif dan
efisien.
Apakah sistem politik
dan sistem pemilihan umum yang diberlakukan di Indonesia kurang tepat? Atau
memang kesalahan ada pada pemimpin atau rakyat yang memilihnya?
“Demokrasi yang dibangun di Indonesia saat ini
masih pragmatis dan sangat minim melibatkan partisipasi publik sehingga masih
sebagai demokrasi prosedural”, kata Irman Gusman pada Dialog Kebangsaan:
Kepemimpinan Transformatif Solusi Pasca Pemilu 2014, di Jakarta 19/12/2013.
“Demokrasi prosedural
ini karena kepemimpinannya didominasi kepemimpinan transaksional,” katanya. Menurutnya,
kepemimpinan transaksional sulit membawa Indonesia untuk mencapai kemandirian
ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dan menurut Mantan
Ketua MK, Mahfud MD, pemimpin transaksional merupakan ekses dari sistem politik
di Indonesia yang berbiaya mahal sehingga sejak awal rekrutmen sudah mengeluarkan
biaya cukup mahal.
“Karena itu pemimpin
yang terpilih, berpikir bagaimana mengembalikan biaya mahal yang sudah
dikeluarkannya,” katanya.
Maka janganlah
dipilih seorang caleg yang telah
menghambur-hamburkan uang sebelum pemilu tapi lupa kalau sudah selesai pemilu,
janganlah dipilih partai yang hanya ribut kalau mau pemilu, yang sudah terbukti
korupsi, yang hanya pandai mengobral janji dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan suaranya dengan tidak memperhatikan aturan-aturan negara dan agama.
Jangan kita fanatik
terhadap partai. Boleh saja kita pindah partai politik pilihan kita dengan memilih
yang lebih baik dan bisa membawa perubahan kepada kebaikan, memberdayakan dan
mensejahterakan.
Kita sebagai pemilih
jangan materialis, jual suara kemana-mana, datang kerumah calon untuk minta
sesuatu. Ada seorang yang dengan bangganya mengatakan kepada temannya: “Aku tah
arep milih maring sing aweh duit, endi sing aweh duit akeh kuwe sing tek pilih”
Dalam hati saya berfikir ”kayak kuwe kok bangga”. Orang seperti ini kalo jadi pejabat juga hanya
mementingkan kepentingannya sendiri.
Kepemimpinan dalam
Islam harus didasarkan pada hukum Alloh dan mencontoh teladan terbaik kita,
Rosululloh Muhammad SAW, sebagaimana termaktub dalam Qur’an surat Al-Ahzab ayat
21
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu”. Beliaulah yang telah memberi keteladanan dalam memimpin
dengan sifatnya yang kita ketahui bersama: Sidik, Tabligh, amanah dan fathonah.
Sebagai seorang
muslim kita seharusnya pun menjadikan Islam sebagai sebuah minhajul hayyah
system hidup atau pandangan hidup maka seharusnya setiap muslim senantiasa siap
diatur dengan aturan Islam (Al-quran dan
Hadits) serta selalu memperhatikan diri dan langkahnya apakah telah sesuai
dengan Islam ataukah belum?
Tuntunan Islam didalam memilih pemimpin antara lain
adalah :
1.
Bukan orang kafir
“janganlah orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi wali’dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa
yang berbuat demikian , niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh”(Al-Imron:28)
Wali
menurut mufasir berarti teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong.
Jadi
kita dilarang memilih pemimpin yang kafir, walaupun itu bapak atau saudara
kita. Sebagaimana Alloh nyatakan dalam Q.S Attaubah ayat 23:
“hai orang-orang yang beriman, janganlah
engkau jadikan bapak-bapak dan saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu jika
mereka lebih mengutamakan kekafiran atas
keimanan, dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka
mereka itulah orang-orang yang dzolim”
2. Bukan
Yahudi dan Nasrani
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu;
sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
dzolim” (Al-Maidah:51).
Secara
umum kita juga telah memahami bahwa mereka pada dasarnya akan berusaha membawa
kita kepada agama mereka, sebagaimana Alloh nyatakan dalam Al-Baqoroh: 120:
“orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah,
“Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya
barangsiapa yang mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan itu datang
kepadamu, maka Alloh tidak akan menjadi pelindung dan penolong bagimu”
3. Bukan
orang yang memusuhi islam
Q.S
Mujadalah 14-16
“Tidakkah
kamu memperhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Alloh
sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan dari golongan
mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan sedang mereka
mengetahui. Alloh telah menyediakan bagi mereka adzab yang sangat keras,
sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Mereka menjadikan
sumpah-sumpah mereka perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Alloh”.
Q.S
Al-Mumtahanah ; 1 :
“hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka, karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah
ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu”
4.
Pilihlah orang yang
beriman
“Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Alloh, Rosul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan sholat, dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Alloh). Dan
barangsiapa mengambil Alloh, rosul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Alloh itulah yang pasti menang”.
(Al-Maidah:55-56)
Sebagai muslim yang baik tentunya
kita juga menginginkan pemimpin yang selain cerdas dari sisi keilmuan terutama
ilmu kepemimpinan dan pemerintahan maka kita juga menginginkan pemimpin kita
juga benar dari sisi pemahaman dan pengamalan keislaman serta memiliki akhlaq
yang mulia karena setiap orang juga akan membawa apa yang diyakininya tersebut
dalam kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Ketika pemahaman benar dan telah
teruji keteladanannya dalam masyarakat maka kebijakan yang diambil juga akan
benar.
Akhlaq
seorang pemimpin menurut Musman Thalib (2010:115) adalah:
a.
Ikhlas karena
Alloh
b.
Tidak tercampuri
dengan keinginan pribadi
c.
Memiliki rasa empati
dan peduli
d.
Dapat menjadi
uswah hasanah
e.
Berjalan diatas
kebenaran
f.
Sadar kewajiban
menyampaikan kebenaran
g.
Bijaksana karena
Alloh
h.
Bertawakal dan
memohon pertolongan hanya kepada Alloh
i.
Memiliki semangat
juang yang tidak dilandasi keduniawian
j.
Mental yang kuat
dalam menghadapi cobaan.
Memilih pemimpin
dalam Islam sangat menghajatkan syarat-syarat yang sesuai dengan ketentuan
agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Sebagai muslim marilah kita
memanfaatkan pemilu sebagai sarana untuk memilih pemimpin dan sebagai sarana
untuk memperbaiki masyarakat dan negara kita agar lebih makmur sejahtera.
Pemilu yang akan
diselenggarakan merupakan momentum yang strategis untuk melakukan perubahan
dalam kehidupan berbangsa. Hendaknya kita menggunakan hak pilih kita sesuai
kemantapan hati, dengan memilih calon pemimpin yang beriman, bertaqwa, jujur,
terpercaya, aktif , aspiratif dan mempunyai kemauan dan kemampuan memberdayakan
masyarakat sehingga rakyat memiliki kemampuan membangun bangsanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar