Penelitian LIPI dan
UNESCO 2006 ternyata tingkat kesiapsiagaan sekolah lebih rendah dibandingkan
dengan masyarakat serta aparat. Rendahnya kesiapsiagaan tersebut meliputi 5
parameter yaitu :
1.
Pengetahuan tentang bencana
2.
Kebijakan dan panduan
3.
Rencana tanggap darurat
4.
Sistim peringatan bencana
5.
Mobilisasi sumber daya
Sekolah menjadi “ruang
publik” dengan tingkat kerentanan tinggi. Rata-rata 6% korban gempa adalah
siswa sekolah yang berada di sekolah saat kejadian berlangsung. Salah satu
indikatornya jeleknya bangunan sekolah.
Kementerian pendidikan
nasional menerbitkan Surat Edaran mengenai pengarustamaan pengurangan risiko
bencana di sekolah berupa Surat Edaran nomor 70a/MPN/SE/2010 ditujukan kepada
para Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, BPBD maupun dinas-dinas terkait.
UU 24/2007
penanggulangan bencana adalah serangakaian kegiatan yang ilakukan untuk
menangtisipasi bencana mealui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna.
UN-OCHA kesiapsiagaan
adalah aktivitas pra bencana yang dilaksanakan dalam konteks menajemen risiko
bencana dan berdasarkan analisa risiko yang baik. Hal ini mencakup
pengembangan/peningkatan keseluruhan strategi kesiapan, kebijakan, struktur
institusional, peringatan dan kemampuan meramalkan, serta rencana yang
menentukan langkah-langkah yang dicocokkan untuk membantu komunitas yang
berisiko menyelematkan hidup dan aset mereka dengan cara waspada terhadap
bencana dan melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi ancaman yang akan terjadi
atau bencana sebenarnya.
UNISDR buku konstruksi
sekolah yang lebih aman guidance notes on
safer school construction menyatakan bahwa kesiapsiagaan adalah pengetahuan
dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, organisasi professional
penyelenggara tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana, masyarakat dan
individu-individu secara efektif mengantisipasi, merespon, dan pulih dari
dampak peristiwa bahaya atau kondisi yang dapat terjadi dan akan terjadi.
Sekolah siaga bencana
adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di
lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan
penanggulangan bencana (sebelum saat dan sesudah bencana), ketersediaan
logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur,
serta sistim kedaruratan yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan
kesiapsiagaan, prosedur tetap dan sistim peringatan dini.
SSB memiliki 2 unsur
utama yaitu :
- Lingkungan belajar yang aman
- Kesiapsiagaan warga sekolah
Tujuan SSB adalah
membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah, serta membangun ketahanan
dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah
Pada Mei 2012 telah
ditandatangani Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari
Bencana. Pedoman tersebut diluncurkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dalam acara resepsi peringatan Hari Pendidikan Nasional
(Hardiknas) pada 2 Mei 2012.
Pedoman ini merupakan hasil sinkronisasi
kebijakan dan regulasi yang disusun secara partisipatif melalui konsultasi oleh
BNPB dengan kementerian/lembaga/institusi/lembaga swadaya masyarakat (seperti
Sekretariat Nasional Sekolah Aman, Perkumpulan Kerlip, Paguyuban ITB88, dan
KPB), lembaga donor (seperti GFDRR-BEC-TF World Bank dan Plan Indonesi),
perguruan tinggi (PPMB ITB, dan Universitas Binus), lembaga PBB (seperti UNESCO
Jakarta), serta mitra lain.
Selain tema sinkronisasi kebijakan,
penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana juga mengusung dua tema strategis
lain, yakni peningkatan partisipasi publik dan pelembagaan. Pembentukan
Sekretariat Nasional Sekolah Aman di tingkat nasional, disusul dengan
Sekretariat Daerah Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan kini Sumatera Barat
merupakan bentuk pelembagaan aktivitas penerapan sekolah/madrasah aman.
PARAMATER adalah
standart minimum yang bersifat kualitatif dan menentukan tingkat minimum yang
harus dicapai dalam pemberian respon pendidikan.
INDIATOR merupakan
penanda yang menunjukkan apakah standar telah dicapai. Indikator memberikan
cara mengukur dan mengkomunikasikan dampak atau hasil dari suatu program,
sekaligus juga proses, atau metod yang digunakan. Indikator bisa bersifat
kualitatif atau kuantitatif.
VERIFIKASI adalah bukti
yang telah ditetapkan untuk menunjukkan indicator.
Parameter kesiapsiagaan
sekolah diidentifikasikan terdiri dari 4 faktor yaitu :
- Sikap dan tindakan
- Kebijakan sekolah
- Perencanaan kesiapsiagaan
- Mobilisasi sumberdaya
SIKAP DAN TINDAKAN
Dasar sikap dan
tindakan adalah :
- Adanya persepsi
- Adanya pengetahuan
- Adanya ketrampilan .
Sikap dan tindakan ini
tidak hanya dimiliki murid/siswa tetapi juga secara kolektif dimiliki oleh
civitas sekolah yang terdiri dari guru, karyawan, komite dan masyarakat di
lingkungan sekolah tersebut.
KEBIJAKAN SEKOLAH
Kebijakan sekolah
adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang
perlu didukung dalam pelaksanaan PRB sekolah baik secara khusus maupun terpadu.
Bersifat mengikat
kepada seluruh civitas sekolah.
PERENCANAAN
KESIAPSIAGAAN
Perencanaan
kesiapsiagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna
pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistim PB
daerah disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat.
Bentuk atau produknya
berupa dokumen :
- Protap kesiapsiagaan
- Rencana Kontinjensi
MOBILISASI SUMBERDAYA
Sumberdaya yang
dimobilisasi :
- Sumber daya manusia
- Sarana dan prasarana
- Finansial
Mobilisasi didasarkan
pada kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi juga membuka peluang
partisipasi dari pemangku kepentingan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar