BAB
II
LANDASAN
TEORI DAN HIPOTESIS
A.
Konsep Supervisi
Menurut E. Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Jamal
Ma’mur Asmani, secara etimologi, supervisi berasal dari kata super dan visi, yang artinya melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan
menilai dari atas, yang dilakukan pihak atasan terhadap aktifitas, kreatifitas,
dan kinerja bawahan. Secara istilah, dalam Carter
Good’s Dictionary Education, dinyatakan
bahwa supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru
dan tenaga kependidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran. Termasuk
didalamnya adalah menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan
guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran,
dan metode-metode mengajar, serta mengevaluasi pengajaran.[1]
Menurut Bregs dan Justman seperti dikutip oleh
Jasmani Asf, supervisi adalah usaha sistematis untuk mendorong secara
berkelanjutan dan mengarahkan pertumbuhan, dan pengembangan para guru agar
berbuat lebih efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan.[2]
Sedangkan menurut M. Ngalim Purwanto dalam bukunya
Administrasi Pendidikan mengatakan bahwa supervisi adalah segala bantuan dari
pemimpin sekolah yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan
personel sekolah lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Baik berupa
dorongan, bimbingan dan kesempatan pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru.[3]
Fungsi supervisi menurut E. Mulyasa sebagaimana
dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani ada tiga, yaitu:
1. Sebagai
suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan
2. Sebagai
pemicu atau penggerak tejadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan
pendidikan.
3. Sebagai
kegiatan dalam hal memimpin dan membimbing.
Dari sinilah, supervisi pendidikan bisa
mencerahkan dan memperbaiki secara konsisten program lembaga pendidikan
sehingga dapat meraih kesuksesan.[4]
Secara lebih rinci Swearingen dalam bukunya
Supervision of Instruction-foundation and Dimension (1961), sebagaimana dikutip
oleh Piet A. Sahertian, ia mengemukakan 8 fungsi supervisi:
1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah.
2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas pengalaman guru-guru.
4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.
5. Memberi fasilitas dan penilaian yang
terus-menerus.
6. Menganalisis situasi belajar-mengajar.
7. Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada setiap anggota staff.
8. Memberi wawasan yang lebih luas dan
terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan
kemampuan mengajar guru-guru.[5]
Pemahaman supervisi sebagai inspeksi yang
cenderung kepada bentuk pengawasan otokrasi dengan muara mencari kesalahan dan
hukumannya harus dihindari. Dalam pelaksanaan supervisi guru dan pegawai bukan
dianggap sebagai pelaksana pasif, tapi harus diperlakukan sebagai partner kerja
yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar dan dihargai
serta diikutsertakan dalam optimalisasi pembelajaran mewujudkan kualitas
madrasah. Dalam memahami pengertian yang seperti ini harus didasarkan pada
asumsi dasar yang benar tentang supervisi yakni:
1. Supervisi mengarahkan perhatiannya kepada
dasar-dasar pendidikan dan cara-cara
belajar serta pengembanganya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2. Supervisi berorientasi pada perbaikan dan perkembangan
proses belajar mengajar secara total termasuk pembinaan pertumbuhan profesi,
pengadaan fasilitas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta implemantasi
kurikulum secara benar.
3. Fokus supervisi pada setting for learning
(berpusat pada pembelajaran).
4. Supervisi
merangsang secara manusiawi dan menumbuhkan semangat dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikan.
5. Tidak
menganggap tenaga kependidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
6. Tenaga kependidikan yang diasuhnya terdiri atas
individu-individu yang unik sifatnya, dan mereka ini ingin diperlakukan secara
individu dan tidak disamaratakan.
7. Dengan ketrampilan kepemimpinan tersebut
supervisor diharapkan dapat memotivasi dan melatih tenaga kependidikan yang
diasuhnya ke tahap kualifikasi standar untuk mencapai madrasah yang berkualitas.
Disamping itu supervisor dapat pula menciptakan suasana positif yang mendorong
kedisiplinan kerja.[6]
Ada enam prinsip positif dalam supervisi yang
patut diikuti menurut Soekarto Indrafachrudi, yakni:
1. Supervisi dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif.
2. Supervisi bersifat kreatif dan konstruktif.
3. Supervisi harus “scientific” dan efektif.
4. Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman pada guru.
5. Supervisi harus berdasarkan kenyataan.
6. Supervisi harus memberikan kesempatan kepada
supervisor dan guru untuk mengadakan self
evaluation.[7]
B.
Supervisi Kepala Madrasah
Dalam Sistem Manajemen Madrasah
Sumberdaya manusia
dalam organisasi akan berperan dalam kegiatan organisasi melalui kinerjanya
dalam menjalankan tugas dan peran yang diembannya dalam organisasi. Oleh karena
itu kontribusi Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi
pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam melaksanakan
tugas dan perannya agar dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi, sehingga mereka dapat memberi sumbangan yang
makin meningkat bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya
kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi
dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Madrasah merupakan sebuah kelompok atau organisasi
yang menurut Gibson sebagaimana dikutip oleh Agustinus Hermino, kelompok
sebagai kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja anggota dipengaruhi
perilaku dan atau prestasi anggota lainnya. Apabila sebuah kelompok telah
terdiri dari individu yang sepaham maka setiap individu dapat memaksimalkan
potensi dirinya untuk mengaktulisasi diri dan berekspresi dalam kelompok
tersebut sesuai pemikiran bersama kelompok tersebut.[8]
Suatu lembaga pendidikan akan berkembang dengan
baik apabila dikelola dengan tepat, efektif dan efisien. Begitu pula madrasah
sebagai lembaga pendidikan agar memiliki mutu yang baik hendaknya dikelola
dengan profesional, agar proses pembelajaran dan aktifitas lembaga pendidikan
dapat berdaya guna.
Kepala
sekolah/madrasah adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pelaksanaan
perjalanan sekolah/madrasah dari waktu ke waktu. Sebutan “paling
bertanggungjawab” ini tidak dimaksudkan untuk melegitimasi atau memandang wajar
jika segala sesuatunya menjadi pekerjaan atau dikerjakan oleh kepala
sekolah/madrasah. Dia adalah orang yang bertanggung jawab, baik ke dalam maupun
ke luar. Ke dalam dia bertanggungjawab
untuk memberdayakan guru, staf, tenaga teknisi, dan siswa. Ke luar, dia
bertanggung jawab kepada pengguna
sekolah/madrasah dan secara kedinasan ke atasannya.[9]
Kepala madrasah
sebagai pemimpin profesional dilembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat
penting, mengingat posisinya yang secara struktural sebagai pimpinan legal
formal memiliki kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya.
Menurut Gorton (1976) sebagaimana dikutip oleh
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa menyatakan bahwa “perangkat sekolah, dewan
guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung untuk dapat bekerjasama
mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sukses
atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat
tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk menumbuhkan iklim kerjasama agar
dengan mudah dapat menggerakkan sumberdaya manusia yang ada sehingga
pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien. [10]
Kepala
madrasah diharapkan dapat menciptakan iklim mengajar yang baik dengan memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi, mengajak, dan mendorong guru, murid dan staf
lainnya untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Terciptanya
iklim belajar mengajar secara tertib, lancar, dan efektif tidak lepas dari
kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam kapasitasnya
sebagai administrator atau pimpinan pendidikan di sekolah. Dalam konteks ini
kepala sekolah harus lebih banyak menggunakan waktu untuk kegiatan memimpin,
merencanakan ide-ide baru, dan bekerja secara koordinatif dengan para guru dan
staff lainnya.[11]
Disamping
sebagai pemimpin, kepala sekolah/madrasah juga berperan sebagai manajer. Kepala
sekolah/madrasah harus memiliki pengetahuan yang luas juga memiliki perspektif
yang diperlukan untuk tetap mengarahkan semua sumber daya yang tersedia dalam
mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini adalah memberdayakan guru untuk
mencapai kinerja maksimal. Oleh karena itu sebagai manajer sebuah organisasi,
kepala sekolah/madrasah perlu memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya. Ketrampilan mmanajerial tersebut adalah
ketrampilan konsep, ketrampilan hubungan manusiawi, dan ketrampilan teknis.
Dengan ketiga ketrampilan tersebut diharapkan kepala sekolah/madrasah dapat
menjalankan tugas manajerialnya secara maksimal yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi kinerja bawahannya (guru).[12]
Supervisi
merupakan kemampuan yang harus dimiliki kepala madrasah sebagaimana telah
diamanatkan dalam Permen Diknas No. 13 Tahun 2007. Kemampuan supervisi kepala
madrasah meliputi: perencanaan program supervisi akademik yang bertujuan untuk
meningkatkan proses pembelajaran, pelaksanaan supervisi dengan menggunakan
pendekatan dan teknik yang tepat dan terakhir adalah menindaklanjuti hasil
supervisi agar benar-benar dapat meningkatkan kinerja guru dan proses
pembelajarannya.
Supervisi
merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjamin proses pendidikan dapat
berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan supervisi yang dilakukan kepala madrasah maka kinerja guru
dapat diukur dan dikembangkan. Melalui supervisi yang dilakukan pemetaan mutu
dapat dilakukan sehingga pencapaian tujuan pendidikan akan lebih mudah dicapai
secara efektif dan efisien.
C.
Iklim Organisasi
Menurut Pidarta
sebagaimana dikutip oleh Tutik Rachmawati dan Daryanto Iklim sekolah memegang
peran penting sebab iklim itu menunjukkan suasana kehidupan pergaulan di
sekolah itu. Iklim itu menggambarkan kebudayaan, tradisi-tradisi, dan cara
bertindak personalia yang ada di sekolah itu khususnya kalangan guru. Iklim
ialah keseluruhan sikap guru-guru di sekolah terutama yang berhubungan dengan
kesehatan dan kepuasan mereka.[13]
Definisi iklim
organisasi menurut Payne dan Paugh (1976) sebagaimana dikutip oleh Arni
Muhammad adalah konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai
umum, norma, sikap, tingkahlaku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem
sosial.[14]
Menurut Litwin dan
Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan iklim
organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya
dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi
perilaku karyawan.[15]
Menurut Litwin dan
Stringer sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad mengemukakan bahwa iklim
organisasi memiliki lima dimensi yakni:
1. Rasa tanggung jawab.
2. Standar atau harapan
tentang kualitas pekerjaan.
3. Ganjaran atau reward.
4. Rasa persaudaraan
5. Semangat tim.[16]
Masih menurut Litwin dan Stringer sebagaimana dikutip
oleh Tutik Rachmawati dan Daryanto menyatakan bahwa iklim mempengaruhi kinerja
guru.[17]
Sedangkan Lunenburg & Ornstein (1991:
74) mengemukakan bahwa Organization
climate is the total environmental quality within an organization It refer to
the environment within a school department, a school building, or school
district. Organizational climate can be expressed by such adjectives as open,
bustling, warm, easy going, informal, cold, impersonal, hostile, rigid, and
closed.
Dari definisi tersebut tampak bahwa iklim organisasi ialah suatu kualitas lingkungan total dalam suatu organisasi yang ditunjukkan dengan bermacam-macam sifat antara lain: terbuka, sibuk, hangat, santai, informal, dingin, impersonal, bermusuhan, kaku, dan tertutup.[18]
Dari definisi tersebut tampak bahwa iklim organisasi ialah suatu kualitas lingkungan total dalam suatu organisasi yang ditunjukkan dengan bermacam-macam sifat antara lain: terbuka, sibuk, hangat, santai, informal, dingin, impersonal, bermusuhan, kaku, dan tertutup.[18]
Menurut Higgins (1994:477-478)
ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu :
1. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh
pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti
aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama
masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan,
gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan
untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara
manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan
yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan
kesejahteraan karyawan.
2. Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui
kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka
lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara
seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar
manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu,
dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya
menjadi negatif.
3. Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan
persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam
organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara,
yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai
kelompok persahabatan atau kesamaan minat.
4. Faktor eksternal
organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada
organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi
iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi
berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya
sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan
tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan,
karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan
pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong
penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan
keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.
Kualitas
komunikasi dapat menjadi penentu suasana atau iklim sosial di sekolah. Gaya
komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu komunikasi satu arah dan komunikasi
dua arah. Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang hanya dimonopoli oleh
kumunikator, jika di sekolah maka komunikasi satu arah biasanya datang dari
kepala sekolah kepada guru-guru, atau dari guru kepada anak didiknya, yang
biasanya berupa perintah, arahan atau nasehat. Komunikasi dua arah adalah
komunikasi yang komunikator (penyampai informasi) dan komunikannya (penerima
informasi) bergantian memberikan informasi. Sekolah yang menerapkan komunikasi
dua arah menjadikan warganya merasa betah dan nyaman hidup didalamnya.[19]
Iklim
organisasi dipengaruhi oleh bermacam-macam cara anggota organisasi bertingkah
laku dan berkomunikasi. Iklim organisasi yang penuh persaudaraan mendorong para
anggota organisasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan
anggota yang lain. Sedangkan iklim yang negatif menjadikan anggota tidak berani
berkomunikasi secara terbuka dan penuh persaudaraan.[20]
Iklim
organisasi yang sehat, memiliki tujuan yang jelas, suasana yang kondusif,
hangat dan bersahabat serta adanya pemimpin yang dapat menjadi teladan akan
membuat kinerja guru meningkat. Guru akan sulit untuk meningkat kinerjanya
apabila kepala madrasahnya sendiri tidak bisa menunjukkan keteladanan kepada
bawahannya.
Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan
untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukan
kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal terhadap
pencapaian tujuan organisasi tersebut.[21]
Madrasah merupakan sebuah organisasi yang tidak
terlepas dari sebuah proses interaksi saling mempengaruhi antar anggota dalam
organisasi madrasah dan juga lingkungannya yang membentuk sebuah suasana atau
iklim organisasi. Lingkungan yang ada akan dipersepsikan oleh individu dalam
madrasah yang akan menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Oleh karena itu
madrasah harus berusaha menciptakan suasana lingkungan yang dapat mendukung
terciptanya iklim organisasi yang kondusif dan menyenangkan bagi anggotanya.
Pemberdayaan sekolah/madrasah pada umumnya terkait
langsung dengan sumber daya sekolah/madrasah, baik secara internal maupun
eksternal. Secara kualitatif sumberdaya sekolah/madrasah dapat diklasifikasi
dalam tiga kategori, yaitu sumber daya manusia (SDM), sumber daya material, dan
sumber daya fasilitatif. Sumber daya fasilitatif berupa struktur organisasi
sekolah/madrasah yang ditata, yang masing-masingnya diharapkan dapat
memfasilitasi tugas pokok dan fungsi
unit struktur itu. Sumber daya lainnya adalah yang mungkin diakses
dimasyarakat, baik yang ada di sektor pemerintah, swasta, maupun sumber daya
alam pada umumnya. Aneka sumber daya inilah yang harus dioptimalkan
pemberdayaannya oleh komunitas sekolah/madrasah menuju sosok sekolah/madrasah
yang ideal. Guru sebagai salah satu komponen dalam organisasi sekolah atau
madrasah akan lebih mudah mencapai kinerja yang tinggi jika ia mempunyai
perilaku dan komitmen. Ia menyadari dirinya sebagai bagian dari sebuh sistem
dan memahami tujuan organisasi sehingga guru tersebut akan memahami pula
sasaran dan kebijaksanaan organisasi sehingga pada akhirnya guru akan bekerja
dengan sepenuh hati untuk mendukung keberhasilan sekolah atau madrasah.
Pada tataran pimpinan sekolah/madrasah, inisiatif
menciptakan kondisi hubungan sinergis-kolegial dalam tubuh komunitas
sekolah/madrasah akan menjelma secara riil, manakala di dalam bekerja mereka
lebih mengutamakan pendekatan pemberdayaan (empowering)
ketimbang otoritas. Dilihat dari sisi pandang manajerial, pemberdayaan merujuk
pada kemampuan mengoptimalisasikan kinerja staf dan sumber daya yang ada,
seklaigus mereduksi aneka deviasi perilaku kerja yang mungkin muncul.
Pemberdayaan juga dapat dipersepsikan sebagai kita manajerial tingkat tinggi
dan cara-cara produktif dari kepala sekolah/madrasah untuk memperoleh hasil
optimal dari dirinya sendiri dan stafnya, dengan memanfaatkan potensi yang ada
dan yang mungkin diakses. Pemberdayaan melebihi batas-batas delegasi tugas dan
pengembangan inisiatif bagaimana staf bekerja, serta mendorong staf dapat
membuat keputusan dan bertanggung jawab atas prakarsanya.[22]
D.
Kinerja Guru
Kinerja adalah
tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah
ditetapkan. Sedangkan ahli lain berpendapat
bahwa kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan
tertentu yang didalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari
suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.[23]
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris; work performance
atau job performance. Dalam bahasa
Indonesia disebut prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja diartikan sebagai
ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan
motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian
dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktifitas lembaga atau
organisasi.[24]
Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan
oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Untuk mengetahui keberhasilan
seorang guru maka perlu dilakukan penilaian kinerja (performance appraisal)
yakni sebuah proses untuk melakukan evaluasi dan menilai kinerja guru dari
setiap pekerjaanya. Unsur-unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan ada 8 yakni:
1. Kesetiaan
2. Prestasi kerja
3. Tanggungjawab
4. Ketaatan
5. Kejujuran
6. Kerjasama
7. Prakarsa
8. Kepemimpinan[25]
Penilaian kinerja menurut Nawawi adalah usaha
mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan mengelola (manajemen) pekerjaaan yang
dilaksanakan oleh pekerja di lingkungan organisasi/ perusahaan. Dalam konteks
pendidikan penilaian ini adalah mengidentifikasi dan mengukur hasil unjuk kerja
yang telah dilakukan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai
pengajar dan pendidik.[26]
Penilaian kinerja guru sangat bermanfaat bagi
dinamika perkembangan madrasah. Melalui penilaian ini, maka dapat diketahui
kondisi riil guru dilihat dari kinerjanya. Dengan demikian, data-data dari
hasil kerjanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan, misalnya terkait dengan identifikasi kebutuhan program madrasah,
promosi, mutasi pegawai, sistem imbalan, dan lain-lain.
Penilaian terhadap kinerja guru merupakan suatu
upaya untuk mengetahui kecakapan maksimal yang dimiliki oleh guru berkenaan
dengan proses dan hasil pelaksanaan pekerjaannya. Dalam penelitian ini kriteria
yang digunakan untuk menilai kinerja guru adalah berdasarkan SK Mendikbud Nomor
025/01/1995 tentang standar prestasi kerja yang mana di dalamnya dinyatakan
bahwa: standar prestasi kerja guru adalah minimal yang wajib dilakukan guru
dalam melaksanakan proses belajar mengajar atau bimbingan adalah sebagai
berikut:
1. Penyusunan program belajar yang terdiri dari :
a. Analisis
Materi Pelajaran (AMP),
b. Program
Tahunan ((Prota),
c. Program
Semester (Promes),
d. Program
Satuan Pelajaran (PSP),
e. Rencana
Pembelajaran (RP),
f. Alat
Evaluasi,
g. Program Perbaikan dan Pengayaan.
2.
Pelaksanaan Program Pembelajaran yang meliputi:
a.
Pelaksanaan Pembelajaran di kelas,
b. Penggunaan strategi pembelajaran,
c. Penggunaan media dan sumber belajar.
3.
Pelaksanaan evaluasi yang meliputi:
a. Evaluasi hasil belajar,
b. Evaluasi pencapaian target kurikulum,
c. Evaluasi daya serap.
4. Analisis
evaluasi yang meliputi:
a. Analisis ketuntasan belajar
b. Analisis butir soal.
5.
Pelaksanaan perbaikan dan pengayaan yang meliputi:
a. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran,
b. Pelaksanaan pengayaan pembelajaran.
Untuk
menunjang keberhasilan guru yang efektif kepala madrasah perlu memberikan
penilaian kinerja guru (PKG) agar dapat mengembangkan kapasitas guru dalam
berbagai dimensi di bawah ini:
1. Dimensi
pertama dapat menunjukkan kapasitasnya
dalam menguasai ilmu pengetahuan yang meliputi indikator di bawah ini.
a. Menguasai materi pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang
diampunya.
b. Menguasai teori, prinsip dan prosedur mentransfer ilmu pengetahuan
kepada peserta didik dalam kegiatan mengajar.
c. Menggunakan pengetahuan tentang kapasitas akademis, peta sosial
ekonomi, bakat dan minat siswa untuk kepentingan peningkatan mutu belajar
siswa.
d. Menguasi pengetahuan tentang cara mengintegrasikan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi dalam
pelaksanaan pembelajaran.
e. Menguasai pengetahuan tentang cara mendisain persiapan, pelaksanaan,
penilaian pembelajaran menilai hasil belajar.
f. Menggunakan
keterampilan mengendalikan proses pembelajaran sesuai dengan rencana.
g. Merancang instrumen penilaian
hasil belajar untuk menghimpun kemajuan belajar siswa, melakukan remedial dan
pengayaan.
h. Menguasai pengetahuan melalui pengembangan
daya baca tulis dan mengarahkan pembelajar yang efektif sehingga siswa
menguasai materi pelajaran, menerapkan ilmu pengetahuan untuk berkarya,
memecahkan masalah.
i. Menguasai pengetahuan dalam mengembangkan kecakapan berpikir
kritis, kreatif, inovatif, logis dan imajinatif melalui kegiatan belajar
mandiri, kolaboratif, dan interaktif.
j. Menguasai cara mengembangkan kapasitas potensi, daya
kolaborasi, daya kreasi, dan prestasi diri siswa yang berkontribusi
terhadap perwujudan keunggulan.
2. Dimensi kedua, menunjang
pengembangan kapasitas pengetahuan yang diperlukan sebagai guru dan memperbaiki
keterampilan dalam menunaikan tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing,
pengarah, pelatih, penilai dan evaluator, maka guru wajib menuaikan tugas
belajar dan berlatih. Dalam hal ini guru dapat melakukan tugas berikut:
a. Belajar mandiri baik
secara individual maupun dalam kolaborasi tim.
b. Melaksanakan tugas belajar seperti mengikuti
pelatihan, temu kerja, dan mengikuti pendidikan lanjutan diri melalui
membaca, riset, dan kerja sama serta mampu mengekspresikan pikiran dalam
bentuk lisan, tulisan atau karya inovatif.
c. Mengembangkan kerja sama melalui perluasan
jejaring profesional dan sosial.
d. Menggunakan ilmu
pengetahuan dalam kegiatan penelitian dan mengembangkan karya inovatif
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaan.
3. Dimensi
ketiga, guru mampu mengimplementasikan manajemen
pembelajaran kinerja yang diukur dengan berbagai indikator berikut:
a. Menggunakan kalender pendidikan, peraturan akademik dan
prinsip-prinsip penyusunan KTSP.
b. Merencanakan pembelajaran yang penunaikan tugasnya berwujud
silabus dan RPP yang disusun berdasarkan analisis kebutuhan siswa pada tingkat satuan
pendidikan.
c. Mengembangkan instrumen penilaian yang mengukur ketercapaian target
mutu pada tiap indikator hasil belajar yang memenuhi standar kompetensi
lulusan.
d. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang
dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
e. Melaksanakan penilaian yang ditindaklanjuti
dengan melakukan analisis butir soal, menilai kinerja belajar siswa dalam
tujuan pembelajaran, melaksanakan kegiatan remedial dan pengayaan, selanjutnya
melaksanakan evaluasi dan tindaklanjut perbaikan
4. Dimensi keempat, guru menunaikan tugas birokratis yang dapat direkam dalam bentuk
portofolio yang dapat dilihat dalam berbagai indikator pemenuhan tugas
sebagai berikut:
a. Memenuhi tugas 37,5
jam perminggu/ memenuhi tugas 24 jam.
b. Hadir sesuai jadwal, tepat waktu, menggunakan waktu efektif,
dan mengakhiri tugas tepat waktu.
c. Menghasilkan karya
ilmiah atau karya inovatif
d. Memiliki stabilitas emosi dalam berinteraksi di kelas maupun
di luar kelas.
e. Disiplin menggunakan
bahasa yang komunikatif dan santun.
f. Berpakaian rapi
untuk menunjang penampilan sebagai pendidik yang menjadi
teladan.
g. Mengikuti kegiatan
resmi, upacara bendera, memenuhi perintah tepat waktu.
h. Melaksanakan kerja
sama peningkatan mutu diri melalui kegiatan organisasi profesi
i. Partisipatif dalam memecahkan masalah sekolah maupun masyarakat.
j. Memenuhi standar
prestasi kerja.
5. Dimensi Kelima, yaitu akuntabilitas guru
dalam menunaikan tugas mengajar dan membimbing siswa agar memenuhi standar kompetensi
lulusan. Produktivitas guru perlu dilihat dari pengaruh penunaian
tugasnya terhadap hasil belajar siswa yang ditunjukkan dangan;
a. Kesuaian nilai yang
siswa peroleh dengan kriteria ketuntasan minial (KKM) dan target nilai UN
tingkat satuan pendidikan.
b. Menunjukkan kecakapan berpikir kritis, kreatif, logis, dan
imajinatif yang dibuktikan dengan produk belajar siswa atau bukti penilaian
otentik yang terlihat pada RPP, hasil karya siswa, dan instrumen penilaian yang
guru gunakan.
c. Kesesuaian target
pembinaan dengan realitas yang dicapai dalam prestasi seperti proposal
kegiatan, produk kompetisi, penghargaan, atau karya inovatif lain yang siswa
pamerkan.
d. Kesuaian pencapaian hasil belajar dalam
pengembangan karakter dengan target pada tingkat satuan pendikan yang
ditunjukkan dengan tingkat ketidakhadiran, tingkat penyimpangan prilaku, dan
pembiasaan hidup seperti dalam cara memelihara kebersihan, ketertiban siswa
masuk kelas dsb.
e. Kesesuaian target
pengembangan keterampilan dengan realitas yang dicapai melalui proses
pembelajaran yang dilihat dari karya inovatif siswa yang menunjang meningkatnya
keunggulan sekolah.[27]
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan
diatas dapat dinyatakan bahwa kinerja guru akan dapat ditingkatkan dengan melakukan
perencanaan program pembelajaran yang disusun secara sistematis, pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai dengan program yang telah direncanakan, diadakan
evaluasi pembelajaran dan dilaksanakan perbaikan dan pengayaan pembelajaran.[28]
Dalam sebuah organisasi atau madrasah setiap
individu (guru) mempunyai karakter yang berbeda-beda, demikian pula dengan
kinerjanya. Kepala madrasah sebaiknya memahami akan perbedaan-perbedaan
tersebut dan mengupayakan agar kinerja guru dapat maksimal. Di sebagian besar
organisasi khususnya madrasah, kinerja karyawan dalam hal ini guru merupakan
faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasi. Menurut Malthis dan
Jackson (2006) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu
kemampuan, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi. Hubungan ketiga
faktor ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Kinerja (perfoermance/P) = Kemampuan (ability/A)
x Usaha (effort/E) x Dukungan (Support/S)
Faktor kemampuan berkaitan dengan bakat dan minat
yang dimiliki seseorang. Faktor usaha yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh
masalah sumber daya manusia, seperti motivasi, insentif, dan rancangan
pekerjaan. Menurut Malthis dan Jackson (2001), faktor dukungan organisasi
meliputi pelatihan, peralatan yang disediakan, mengetahui tingkat harapan, dan
keadaan tim yang produktif.[29]
Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas
pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kinerja merupakan output pelaksanaan
tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan produktifitas, karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat
produktifitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (2005) menyatakan
bahwa produktifitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
dan faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:
1. Sikap mental (motivasi
kerja,disiplin kerja, etika kerja)
2. Pendidikan
3. Ketrampilan
4. Manajemen kepemimpinan.
5. Tingkat penghasilan
6. Gaji dan kesehatan
7. Jaminan sosial
8. Iklim kerja
9. Sarana prasarana
10. Teknologi
11. Kesempatan berprestasi.[30]
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja guru akan efektif apabila
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, dan ini berarti bahwa
upaya untuk mengembangkan kinerja guru kearah yang diinginkan oleh organisasi
sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tuntutan perubahan, jelas menuntut
pencermatan akan faktor-fakor tersebut, baik itu faktor dari dalam (intern)
individu itu sendiri maupun faktor ekstern. Maka jika ingin kinerja guru ditumbuhkembangkan
dalam suatu madrasah, maka kondisi-kondisi/faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya perlu mendapat perhatian, sehingga kebijakan pimpinan dalam
organisasi dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya hal
tersebut.
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh supervisi kepala madrasah terhadap kinerja
guru Madrasah Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.
2. Ada pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja guru Madrasah
Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.
3. Ada pengaruh supervisi kepala madrasah dan iklim organisasi
terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.
[1] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, (Yogyakarta: Diva
Press,2012), hal.19.
[2] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.16.
[3]Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi
Jawa Tengah, Pedoman Supervisi Pengawas
Madrasah dan Pengawas PAI Pada Sekolah, (Semarang.2012),hal.5.
[4] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, (Yogyakarta: Diva
Press,2012), hal.31.
[5] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.21.
[6]
Departemen Agama RI, Supervisi Madrasah Aliyah, (Proyek
Pembinaan Perguruan Agama Islam Tingkat Menengah Direktorat Jendral Pembinaaan
Kelembagaan Agama Islam, 1998), hal.2.
[7]
Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang
Baik, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1993), hal.73.
[8]
Agustinus Hermino, Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan,
(Jakarta: Kompas Gramedia,2013), hal.58.
[9]
Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar Kepemimpinan Transormasional dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.77.
[10]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.154.
[11]
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah,
(Yogyakarta: Diva Press, 2012), hal.183.
[12]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.168.
[13]
Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka
Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43
[14]
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.82
[15] Dikutip dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/iklim-organisasi-definisi-pendekatan.html/accessed28 Desember 2013.
[16]
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.83
[17]Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka
Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43.
[19]
Marjohan, School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2009), hal.216.
[20]
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.85
[21]Marjohan, School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2009),, hal.16.
[22] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar Kepemimpinan Transormasional dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.185.
[23]Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka
Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43.
[24]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru. (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.155.
[25]
Dewi Hanggraeni, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lembaga Penerbitan UI,2012), hal.126.
[26]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.157.
[27]
Dikutip dari http://mapendabanyumas.blogspot.com/2013/04/penilaian-kinerja-guru.html.12 Januari 2014.
[28]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.158.
[29]
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam
Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media,
2013), hal.159.
[30]
Ibid, hal.160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar