Rabu, 10 Desember 2014

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS



BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A.    Konsep Supervisi
Menurut E. Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani, secara etimologi, supervisi berasal dari kata super dan visi, yang artinya melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas, yang dilakukan pihak atasan terhadap aktifitas, kreatifitas, dan kinerja bawahan. Secara istilah, dalam Carter Good’s Dictionary Education,  dinyatakan bahwa supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran. Termasuk didalamnya adalah menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode-metode mengajar, serta mengevaluasi pengajaran.[1]
Menurut Bregs dan Justman seperti dikutip oleh Jasmani Asf, supervisi adalah usaha sistematis untuk mendorong secara berkelanjutan dan mengarahkan pertumbuhan, dan pengembangan para guru agar berbuat lebih efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan.[2]
Sedangkan menurut M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Administrasi Pendidikan mengatakan bahwa supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin sekolah yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Baik berupa dorongan, bimbingan dan kesempatan pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru.[3]
Fungsi supervisi menurut E. Mulyasa sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani ada tiga, yaitu:
1.  Sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan
2.  Sebagai pemicu atau penggerak tejadinya perubahan pada unsur-unsur yang terkait dengan pendidikan.
3.  Sebagai kegiatan dalam hal memimpin dan membimbing.
Dari sinilah, supervisi pendidikan bisa mencerahkan dan memperbaiki secara konsisten program lembaga pendidikan sehingga dapat meraih kesuksesan.[4]
Secara lebih rinci Swearingen dalam bukunya Supervision of Instruction-foundation and Dimension (1961), sebagaimana dikutip oleh Piet A. Sahertian, ia mengemukakan 8 fungsi supervisi:
1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah.
2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas pengalaman guru-guru.
4. Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.
5. Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus.
6. Menganalisis situasi belajar-mengajar.
7. Memberikan pengetahuan  dan ketrampilan kepada setiap anggota staff.
8. Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.[5]
Pemahaman supervisi sebagai inspeksi yang cenderung kepada bentuk pengawasan otokrasi dengan muara mencari kesalahan dan hukumannya harus dihindari. Dalam pelaksanaan supervisi guru dan pegawai bukan dianggap sebagai pelaksana pasif, tapi harus diperlakukan sebagai partner kerja yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan dalam optimalisasi pembelajaran mewujudkan kualitas madrasah. Dalam memahami pengertian yang seperti ini harus didasarkan pada asumsi dasar yang benar tentang supervisi yakni:
1. Supervisi mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan  dan cara-cara belajar serta pengembanganya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2. Supervisi berorientasi pada perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total termasuk pembinaan pertumbuhan profesi, pengadaan fasilitas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta implemantasi kurikulum secara benar.
3. Fokus supervisi pada setting for learning (berpusat pada pembelajaran).
4.  Supervisi merangsang secara manusiawi dan menumbuhkan semangat dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.
5.  Tidak menganggap tenaga kependidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
6. Tenaga kependidikan yang diasuhnya terdiri atas individu-individu yang unik sifatnya, dan mereka ini ingin diperlakukan secara individu dan tidak disamaratakan.
7. Dengan ketrampilan kepemimpinan tersebut supervisor diharapkan dapat memotivasi dan melatih tenaga kependidikan yang diasuhnya ke tahap kualifikasi standar untuk mencapai madrasah yang berkualitas. Disamping itu supervisor dapat pula menciptakan suasana positif yang mendorong kedisiplinan kerja.[6]
Ada enam prinsip positif dalam supervisi yang patut diikuti menurut Soekarto Indrafachrudi, yakni:
1. Supervisi dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif.
2. Supervisi bersifat kreatif dan konstruktif.
3. Supervisi harus “scientific” dan efektif.
4. Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman pada guru.
5. Supervisi harus berdasarkan kenyataan.
6. Supervisi harus memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengadakan self evaluation.[7]

B.     Supervisi Kepala Madrasah Dalam Sistem Manajemen Madrasah
Sumberdaya manusia dalam organisasi akan berperan dalam kegiatan organisasi melalui kinerjanya dalam menjalankan tugas dan peran yang diembannya dalam organisasi. Oleh karena itu kontribusi Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam melaksanakan tugas dan perannya agar dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi, sehingga mereka dapat memberi sumbangan yang makin meningkat bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Madrasah merupakan sebuah kelompok atau organisasi yang menurut Gibson sebagaimana dikutip oleh Agustinus Hermino, kelompok sebagai kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja anggota dipengaruhi perilaku dan atau prestasi anggota lainnya. Apabila sebuah kelompok telah terdiri dari individu yang sepaham maka setiap individu dapat memaksimalkan potensi dirinya untuk mengaktulisasi diri dan berekspresi dalam kelompok tersebut sesuai pemikiran bersama kelompok tersebut.[8]
Suatu lembaga pendidikan akan berkembang dengan baik apabila dikelola dengan tepat, efektif dan efisien. Begitu pula madrasah sebagai lembaga pendidikan agar memiliki mutu yang baik hendaknya dikelola dengan profesional, agar proses pembelajaran dan aktifitas lembaga pendidikan dapat berdaya guna.
Kepala sekolah/madrasah adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pelaksanaan perjalanan sekolah/madrasah dari waktu ke waktu. Sebutan “paling bertanggungjawab” ini tidak dimaksudkan untuk melegitimasi atau memandang wajar jika segala sesuatunya menjadi pekerjaan atau dikerjakan oleh kepala sekolah/madrasah. Dia adalah orang yang bertanggung jawab, baik ke dalam maupun ke luar.  Ke dalam dia bertanggungjawab untuk memberdayakan guru, staf, tenaga teknisi, dan siswa. Ke luar, dia bertanggung jawab  kepada pengguna sekolah/madrasah dan secara kedinasan ke atasannya.[9]
Kepala madrasah sebagai pemimpin profesional dilembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting, mengingat posisinya yang secara struktural sebagai pimpinan legal formal memiliki kekuasaan penuh pada lembaga yang dipimpinnya.
Menurut Gorton (1976) sebagaimana dikutip oleh Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa menyatakan bahwa “perangkat sekolah, dewan guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung untuk dapat bekerjasama mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sukses atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan sangat tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk menumbuhkan iklim kerjasama agar dengan mudah dapat menggerakkan sumberdaya manusia yang ada sehingga pendayagunaannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien. [10]
Kepala madrasah diharapkan dapat menciptakan iklim mengajar yang baik dengan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mengajak, dan mendorong guru, murid dan staf lainnya untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Terciptanya iklim belajar mengajar secara tertib, lancar, dan efektif tidak lepas dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam kapasitasnya sebagai administrator atau pimpinan pendidikan di sekolah. Dalam konteks ini kepala sekolah harus lebih banyak menggunakan waktu untuk kegiatan memimpin, merencanakan ide-ide baru, dan bekerja secara koordinatif dengan para guru dan staff lainnya.[11]
Disamping sebagai pemimpin, kepala sekolah/madrasah juga berperan sebagai manajer. Kepala sekolah/madrasah harus memiliki pengetahuan yang luas juga memiliki perspektif yang diperlukan untuk tetap mengarahkan semua sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan, termasuk dalam hal ini adalah memberdayakan guru untuk mencapai kinerja maksimal. Oleh karena itu sebagai manajer sebuah organisasi, kepala sekolah/madrasah perlu memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Ketrampilan mmanajerial tersebut adalah ketrampilan konsep, ketrampilan hubungan manusiawi, dan ketrampilan teknis. Dengan ketiga ketrampilan tersebut diharapkan kepala sekolah/madrasah dapat menjalankan tugas manajerialnya secara maksimal yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja bawahannya (guru).[12]
Supervisi merupakan kemampuan yang harus dimiliki kepala madrasah sebagaimana telah diamanatkan dalam Permen Diknas No. 13 Tahun 2007. Kemampuan supervisi kepala madrasah meliputi: perencanaan program supervisi akademik yang bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran, pelaksanaan supervisi dengan menggunakan pendekatan dan teknik yang tepat dan terakhir adalah menindaklanjuti hasil supervisi agar benar-benar dapat meningkatkan kinerja guru dan proses pembelajarannya.
Supervisi merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjamin proses pendidikan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan supervisi yang dilakukan kepala madrasah maka kinerja guru dapat diukur dan dikembangkan. Melalui supervisi yang dilakukan pemetaan mutu dapat dilakukan sehingga pencapaian tujuan pendidikan akan lebih mudah dicapai secara efektif dan efisien.

C.    Iklim Organisasi
Menurut Pidarta sebagaimana dikutip oleh Tutik Rachmawati dan Daryanto Iklim sekolah memegang peran penting sebab iklim itu menunjukkan suasana kehidupan pergaulan di sekolah itu. Iklim itu menggambarkan kebudayaan, tradisi-tradisi, dan cara bertindak personalia yang ada di sekolah itu khususnya kalangan guru. Iklim ialah keseluruhan sikap guru-guru di sekolah terutama yang berhubungan dengan kesehatan dan kepuasan mereka.[13]
Definisi iklim organisasi menurut Payne dan Paugh (1976) sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad adalah konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkahlaku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial.[14]
Menurut Litwin dan Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994:457) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi perilaku karyawan.[15]
Menurut Litwin dan Stringer sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad mengemukakan bahwa iklim organisasi memiliki lima dimensi yakni:
1.      Rasa tanggung jawab.
2.      Standar atau harapan tentang kualitas pekerjaan.
3.      Ganjaran atau reward.
4.      Rasa persaudaraan
5.      Semangat tim.[16]
Masih menurut Litwin dan Stringer sebagaimana dikutip oleh Tutik Rachmawati dan Daryanto menyatakan bahwa iklim mempengaruhi kinerja guru.[17]
Sedangkan Lunenburg & Ornstein (1991: 74) mengemukakan bahwa Organization climate is the total environmental quality within an organization It refer to the environment within a school department, a school building, or school district. Organizational climate can be expressed by such adjectives as open, bustling, warm, easy going, informal, cold, impersonal, hostile, rigid, and closed.
Dari defin
isi tersebut tampak bahwa iklim organisasi ialah suatu kualitas lingkungan total dalam suatu organisasi yang ditunjukkan dengan bermacam-macam sifat antara lain: terbuka, sibuk, hangat, santai, informal, dingin, impersonal, bermusuhan, kaku, dan tertutup.[18]
Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu :
      1. Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
2. Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif.
      3.  Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.
4. Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.
Kualitas komunikasi dapat menjadi penentu suasana atau iklim sosial di sekolah. Gaya komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang hanya dimonopoli oleh kumunikator, jika di sekolah maka komunikasi satu arah biasanya datang dari kepala sekolah kepada guru-guru, atau dari guru kepada anak didiknya, yang biasanya berupa perintah, arahan atau nasehat. Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang komunikator (penyampai informasi) dan komunikannya (penerima informasi) bergantian memberikan informasi. Sekolah yang menerapkan komunikasi dua arah menjadikan warganya merasa betah dan nyaman hidup didalamnya.[19]
Iklim organisasi dipengaruhi oleh bermacam-macam cara anggota organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi. Iklim organisasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh persaudaraan.[20]
Iklim organisasi yang sehat, memiliki tujuan yang jelas, suasana yang kondusif, hangat dan bersahabat serta adanya pemimpin yang dapat menjadi teladan akan membuat kinerja guru meningkat. Guru akan sulit untuk meningkat kinerjanya apabila kepala madrasahnya sendiri tidak bisa menunjukkan keteladanan kepada bawahannya.
Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukan kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.[21]
Madrasah merupakan sebuah organisasi yang tidak terlepas dari sebuah proses interaksi saling mempengaruhi antar anggota dalam organisasi madrasah dan juga lingkungannya yang membentuk sebuah suasana atau iklim organisasi. Lingkungan yang ada akan dipersepsikan oleh individu dalam madrasah yang akan menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Oleh karena itu madrasah harus berusaha menciptakan suasana lingkungan yang dapat mendukung terciptanya iklim organisasi yang kondusif dan menyenangkan bagi anggotanya.
Pemberdayaan sekolah/madrasah pada umumnya terkait langsung dengan sumber daya sekolah/madrasah, baik secara internal maupun eksternal. Secara kualitatif sumberdaya sekolah/madrasah dapat diklasifikasi dalam tiga kategori, yaitu sumber daya manusia (SDM), sumber daya material, dan sumber daya fasilitatif. Sumber daya fasilitatif berupa struktur organisasi sekolah/madrasah yang ditata, yang masing-masingnya diharapkan dapat memfasilitasi tugas pokok dan fungsi  unit struktur itu. Sumber daya lainnya adalah yang mungkin diakses dimasyarakat, baik yang ada di sektor pemerintah, swasta, maupun sumber daya alam pada umumnya. Aneka sumber daya inilah yang harus dioptimalkan pemberdayaannya oleh komunitas sekolah/madrasah menuju sosok sekolah/madrasah yang ideal. Guru sebagai salah satu komponen dalam organisasi sekolah atau madrasah akan lebih mudah mencapai kinerja yang tinggi jika ia mempunyai perilaku dan komitmen. Ia menyadari dirinya sebagai bagian dari sebuh sistem dan memahami tujuan organisasi sehingga guru tersebut akan memahami pula sasaran dan kebijaksanaan organisasi sehingga pada akhirnya guru akan bekerja dengan sepenuh hati untuk mendukung keberhasilan sekolah atau madrasah.
Pada tataran pimpinan sekolah/madrasah, inisiatif menciptakan kondisi hubungan sinergis-kolegial dalam tubuh komunitas sekolah/madrasah akan menjelma secara riil, manakala di dalam bekerja mereka lebih mengutamakan pendekatan pemberdayaan (empowering) ketimbang otoritas. Dilihat dari sisi pandang manajerial, pemberdayaan merujuk pada kemampuan mengoptimalisasikan kinerja staf dan sumber daya yang ada, seklaigus mereduksi aneka deviasi perilaku kerja yang mungkin muncul. Pemberdayaan juga dapat dipersepsikan sebagai kita manajerial tingkat tinggi dan cara-cara produktif dari kepala sekolah/madrasah untuk memperoleh hasil optimal dari dirinya sendiri dan stafnya, dengan memanfaatkan potensi yang ada dan yang mungkin diakses. Pemberdayaan melebihi batas-batas delegasi tugas dan pengembangan inisiatif bagaimana staf bekerja, serta mendorong staf dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab atas prakarsanya.[22]  

D.    Kinerja Guru
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan ahli lain berpendapat  bahwa kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang didalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.[23]
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris; work performance atau job performance. Dalam bahasa Indonesia disebut prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktifitas lembaga atau organisasi.[24]
Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Untuk mengetahui keberhasilan seorang guru maka perlu dilakukan penilaian kinerja (performance appraisal) yakni sebuah proses untuk melakukan evaluasi dan menilai kinerja guru dari setiap pekerjaanya. Unsur-unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan ada 8 yakni:
1.      Kesetiaan
2.      Prestasi kerja
3.      Tanggungjawab
4.      Ketaatan
5.      Kejujuran
6.      Kerjasama
7.      Prakarsa
8.      Kepemimpinan[25]
Penilaian kinerja menurut Nawawi adalah usaha mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan mengelola (manajemen) pekerjaaan yang dilaksanakan oleh pekerja di lingkungan organisasi/ perusahaan. Dalam konteks pendidikan penilaian ini adalah mengidentifikasi dan mengukur hasil unjuk kerja yang telah dilakukan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik.[26]
Penilaian kinerja guru sangat bermanfaat bagi dinamika perkembangan madrasah. Melalui penilaian ini, maka dapat diketahui kondisi riil guru dilihat dari kinerjanya. Dengan demikian, data-data dari hasil kerjanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, misalnya terkait dengan identifikasi kebutuhan program madrasah, promosi, mutasi pegawai, sistem imbalan, dan lain-lain.
Penilaian terhadap kinerja guru merupakan suatu upaya untuk mengetahui kecakapan maksimal yang dimiliki oleh guru berkenaan dengan proses dan hasil pelaksanaan pekerjaannya. Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja guru adalah berdasarkan SK Mendikbud Nomor 025/01/1995 tentang standar prestasi kerja yang mana di dalamnya dinyatakan bahwa: standar prestasi kerja guru adalah minimal yang wajib dilakukan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar atau bimbingan adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan program belajar yang terdiri dari :
a.  Analisis Materi Pelajaran (AMP),
b.  Program Tahunan ((Prota),
c.  Program Semester (Promes),
d.  Program Satuan Pelajaran (PSP),
e.  Rencana Pembelajaran (RP),
f.  Alat Evaluasi,
g. Program Perbaikan dan Pengayaan.
2.  Pelaksanaan Program Pembelajaran yang meliputi:
a.  Pelaksanaan Pembelajaran di kelas,
b. Penggunaan strategi pembelajaran,
c. Penggunaan media dan sumber belajar.
3.  Pelaksanaan evaluasi yang meliputi:
a. Evaluasi hasil belajar,
b. Evaluasi pencapaian target kurikulum,
c. Evaluasi daya serap.
4.  Analisis evaluasi yang meliputi:
a. Analisis ketuntasan belajar
b. Analisis butir soal.
5.  Pelaksanaan perbaikan dan pengayaan yang meliputi:
a. Pelaksanaan perbaikan  pembelajaran,
b. Pelaksanaan pengayaan pembelajaran.
Untuk menunjang keberhasilan guru yang efektif kepala madrasah perlu memberikan penilaian kinerja guru (PKG) agar dapat mengembangkan kapasitas guru dalam berbagai dimensi di bawah ini:
1.   Dimensi pertama dapat menunjukkan  kapasitasnya dalam menguasai ilmu pengetahuan  yang meliputi indikator di bawah ini.
a. Menguasai materi pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.
b. Menguasai teori, prinsip dan prosedur mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik dalam kegiatan mengajar.
c. Menggunakan pengetahuan tentang kapasitas akademis, peta sosial ekonomi, bakat dan minat siswa untuk kepentingan peningkatan mutu belajar siswa.
d. Menguasi pengetahuan  tentang cara mengintegrasikan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,  melatih, menilai dan mengevaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran.
e. Menguasai pengetahuan tentang cara mendisain persiapan, pelaksanaan, penilaian pembelajaran menilai hasil belajar.
f.  Menggunakan  keterampilan mengendalikan proses pembelajaran sesuai dengan rencana.
g.  Merancang instrumen penilaian hasil belajar untuk menghimpun kemajuan belajar siswa, melakukan remedial dan pengayaan.
h.  Menguasai pengetahuan melalui pengembangan daya baca tulis dan mengarahkan pembelajar yang efektif sehingga siswa menguasai materi pelajaran, menerapkan ilmu pengetahuan untuk berkarya, memecahkan masalah.
i. Menguasai pengetahuan dalam mengembangkan kecakapan  berpikir kritis, kreatif, inovatif, logis dan imajinatif melalui kegiatan belajar mandiri, kolaboratif, dan interaktif.
j. Menguasai cara mengembangkan kapasitas  potensi, daya kolaborasi,  daya kreasi, dan  prestasi diri siswa yang berkontribusi terhadap perwujudan keunggulan.
2. Dimensi kedua,  menunjang pengembangan kapasitas pengetahuan yang diperlukan sebagai guru dan memperbaiki keterampilan dalam menunaikan tugas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan evaluator, maka guru wajib  menuaikan tugas belajar dan berlatih. Dalam hal ini guru dapat melakukan tugas berikut:
a.  Belajar mandiri baik secara individual maupun dalam kolaborasi tim.
b.  Melaksanakan tugas belajar seperti mengikuti pelatihan, temu kerja, dan mengikuti pendidikan lanjutan diri  melalui  membaca, riset, dan kerja sama serta mampu mengekspresikan pikiran dalam bentuk lisan, tulisan atau karya inovatif.
c.   Mengembangkan kerja sama melalui perluasan jejaring profesional dan sosial.
d.  Menggunakan ilmu  pengetahuan dalam kegiatan penelitian dan mengembangkan karya inovatif untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaan.
 3. Dimensi ketiga, guru mampu mengimplementasikan  manajemen pembelajaran kinerja yang diukur dengan berbagai  indikator berikut:
a. Menggunakan kalender pendidikan, peraturan akademik dan prinsip-prinsip penyusunan KTSP.
b. Merencanakan pembelajaran  yang penunaikan tugasnya berwujud silabus dan RPP yang disusun berdasarkan analisis kebutuhan siswa pada tingkat satuan pendidikan.
c. Mengembangkan instrumen penilaian yang mengukur ketercapaian target mutu pada tiap indikator hasil belajar yang memenuhi standar kompetensi lulusan.
d. Melaksanakan pembelajaran  sesuai dengan skenario yang dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
e.  Melaksanakan penilaian yang ditindaklanjuti dengan melakukan analisis butir soal, menilai kinerja belajar siswa dalam tujuan pembelajaran, melaksanakan kegiatan remedial dan pengayaan, selanjutnya melaksanakan evaluasi dan tindaklanjut perbaikan
4. Dimensi keempat, guru menunaikan tugas birokratis yang dapat direkam dalam bentuk portofolio yang  dapat dilihat dalam berbagai indikator pemenuhan tugas sebagai berikut:
a.  Memenuhi tugas 37,5 jam perminggu/ memenuhi tugas 24 jam.
b. Hadir sesuai jadwal,  tepat waktu, menggunakan waktu efektif, dan mengakhiri tugas tepat waktu.
c.  Menghasilkan karya ilmiah atau karya inovatif
d. Memiliki stabilitas emosi  dalam berinteraksi di kelas maupun di luar kelas.
e.   Disiplin menggunakan bahasa yang komunikatif dan santun.
f.  Berpakaian rapi untuk  menunjang penampilan sebagai pendidik  yang menjadi  teladan.
g.  Mengikuti kegiatan resmi, upacara bendera, memenuhi perintah tepat waktu.
h.  Melaksanakan kerja sama peningkatan mutu diri melalui kegiatan organisasi profesi
i. Partisipatif dalam memecahkan masalah sekolah maupun masyarakat.
j.  Memenuhi standar prestasi kerja.
5. Dimensi Kelima, yaitu akuntabilitas guru dalam menunaikan tugas mengajar dan membimbing siswa agar memenuhi standar kompetensi lulusan.  Produktivitas guru perlu dilihat dari pengaruh penunaian tugasnya terhadap hasil belajar siswa yang ditunjukkan dangan;
a.  Kesuaian nilai yang siswa peroleh dengan kriteria ketuntasan minial (KKM) dan target nilai UN tingkat satuan pendidikan.
b. Menunjukkan kecakapan berpikir kritis, kreatif, logis, dan imajinatif yang dibuktikan dengan produk belajar siswa atau bukti penilaian otentik yang terlihat pada RPP, hasil karya siswa, dan instrumen penilaian yang guru gunakan.
c.  Kesesuaian target pembinaan dengan realitas yang dicapai dalam prestasi seperti proposal kegiatan, produk kompetisi, penghargaan, atau karya inovatif lain yang siswa pamerkan.
d.  Kesuaian pencapaian  hasil belajar dalam pengembangan karakter dengan target pada tingkat satuan pendikan yang ditunjukkan dengan tingkat ketidakhadiran, tingkat penyimpangan prilaku, dan pembiasaan hidup seperti dalam cara memelihara kebersihan, ketertiban siswa masuk kelas dsb.
e.  Kesesuaian target pengembangan keterampilan dengan realitas yang dicapai melalui proses pembelajaran yang dilihat dari karya inovatif siswa yang menunjang meningkatnya keunggulan sekolah.[27]
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan diatas dapat dinyatakan bahwa kinerja guru akan dapat ditingkatkan dengan melakukan perencanaan program pembelajaran yang disusun secara sistematis, pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan program yang telah direncanakan, diadakan evaluasi pembelajaran dan dilaksanakan perbaikan dan pengayaan pembelajaran.[28]
Dalam sebuah organisasi atau madrasah setiap individu (guru) mempunyai karakter yang berbeda-beda, demikian pula dengan kinerjanya. Kepala madrasah sebaiknya memahami akan perbedaan-perbedaan tersebut dan mengupayakan agar kinerja guru dapat maksimal. Di sebagian besar organisasi khususnya madrasah, kinerja karyawan dalam hal ini guru merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasi. Menurut Malthis dan Jackson (2006) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu kemampuan, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi. Hubungan ketiga faktor ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Kinerja (perfoermance/P) = Kemampuan (ability/A) x Usaha (effort/E) x Dukungan (Support/S)
Faktor kemampuan berkaitan dengan bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Faktor usaha yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia, seperti motivasi, insentif, dan rancangan pekerjaan. Menurut Malthis dan Jackson (2001), faktor dukungan organisasi meliputi pelatihan, peralatan yang disediakan, mengetahui tingkat harapan, dan keadaan tim yang produktif.[29]
Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan produktifitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktifitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa produktifitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan dan faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:
1.   Sikap mental (motivasi kerja,disiplin kerja, etika kerja)
2.   Pendidikan
3.   Ketrampilan
4.  Manajemen kepemimpinan.
5.  Tingkat penghasilan
6.  Gaji dan kesehatan
7.  Jaminan sosial
8.  Iklim kerja
9.  Sarana prasarana
10.  Teknologi
11.  Kesempatan berprestasi.[30] 
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja guru akan efektif apabila memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, dan ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan kinerja guru kearah yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tuntutan perubahan, jelas menuntut pencermatan akan faktor-fakor tersebut, baik itu faktor dari dalam (intern) individu itu sendiri maupun faktor ekstern. Maka jika ingin kinerja guru ditumbuhkembangkan dalam suatu madrasah, maka kondisi-kondisi/faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya perlu mendapat perhatian, sehingga kebijakan pimpinan dalam organisasi dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya hal tersebut.


E.     Hipotesis Penelitian
1.      Ada pengaruh supervisi kepala madrasah terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.
2.      Ada pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.
3.      Ada pengaruh supervisi kepala madrasah dan iklim organisasi terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah Swasta di Kabupaten Banyumas.





[1] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press,2012), hal.19.
[2] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.16.
[3]Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Tengah, Pedoman Supervisi Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI Pada Sekolah, (Semarang.2012),hal.5.
[4] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press,2012), hal.31.
[5] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.21.
[6] Departemen Agama RI, Supervisi Madrasah Aliyah, (Proyek Pembinaan Perguruan Agama Islam Tingkat Menengah Direktorat Jendral Pembinaaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), hal.2.
[7] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1993), hal.73.
[8] Agustinus Hermino, Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan, (Jakarta: Kompas Gramedia,2013), hal.58.
[9] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar Kepemimpinan Transormasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.77.
[10] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.154.
[11] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Aplikasi Manajemen Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2012), hal.183.
[12] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.168.
[13] Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43
[14] Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.82
[16] Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.83
[17]Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43.
[19] Marjohan, School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009), hal.216.
[20] Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.85
[21]Marjohan, School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009),, hal.16.
[22] Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar Kepemimpinan Transormasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.185.
[23]Tutik Rachmawati dan Daryanto, Penilaian Kinerja Profesi Guru dan Angka Kreditnya, (Yogyakarta:Gava Media,2013), hal.43.
[24] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru. (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.155.
[25] Dewi Hanggraeni, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lembaga Penerbitan UI,2012), hal.126.
[26] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.157.
[27] Dikutip dari http://mapendabanyumas.blogspot.com/2013/04/penilaian-kinerja-guru.html.12 Januari 2014.
[28] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.158.
[29] Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2013), hal.159.
[30] Ibid, hal.160.

Tidak ada komentar:

Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter