Senin, 23 Mei 2016

Kebencanaan dan Sekolah




Penelitian LIPI dan UNESCO 2006 ternyata tingkat kesiapsiagaan sekolah lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat serta aparat. Rendahnya kesiapsiagaan tersebut meliputi 5 parameter yaitu :
1.    Pengetahuan tentang bencana
2.    Kebijakan dan panduan
3.    Rencana tanggap darurat
4.    Sistim peringatan bencana
5.    Mobilisasi sumber daya

Sekolah menjadi “ruang publik” dengan tingkat kerentanan tinggi. Rata-rata 6% korban gempa adalah siswa sekolah yang berada di sekolah saat kejadian berlangsung. Salah satu indikatornya jeleknya bangunan sekolah.

Kementerian pendidikan nasional menerbitkan Surat Edaran mengenai pengarustamaan pengurangan risiko bencana di sekolah berupa Surat Edaran nomor 70a/MPN/SE/2010 ditujukan kepada para Kepala Daerah, Dinas Pendidikan, BPBD maupun dinas-dinas terkait.
UU 24/2007 penanggulangan bencana adalah serangakaian kegiatan yang ilakukan untuk menangtisipasi bencana mealui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

UN-OCHA kesiapsiagaan adalah aktivitas pra bencana yang dilaksanakan dalam konteks menajemen risiko bencana dan berdasarkan analisa risiko yang baik. Hal ini mencakup pengembangan/peningkatan keseluruhan strategi kesiapan, kebijakan, struktur institusional, peringatan dan kemampuan meramalkan, serta rencana yang menentukan langkah-langkah yang dicocokkan untuk membantu komunitas yang berisiko menyelematkan hidup dan aset mereka dengan cara waspada terhadap bencana dan melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi ancaman yang akan terjadi atau bencana sebenarnya.

UNISDR buku konstruksi sekolah yang lebih aman guidance notes on safer school construction menyatakan bahwa kesiapsiagaan adalah pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, organisasi professional penyelenggara tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana, masyarakat dan individu-individu secara efektif mengantisipasi, merespon, dan pulih dari dampak peristiwa bahaya atau kondisi yang dapat terjadi dan akan terjadi.

Sekolah siaga bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum saat dan sesudah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistim kedaruratan yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, prosedur tetap dan sistim peringatan dini.

SSB memiliki 2 unsur utama yaitu :
  1. Lingkungan belajar yang aman
  2. Kesiapsiagaan warga sekolah

Tujuan SSB adalah membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah

Pada Mei 2012 telah ditandatangani Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Pedoman tersebut diluncurkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam acara resepsi peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei 2012.

Pedoman ini merupakan hasil sinkronisasi kebijakan dan regulasi yang disusun secara partisipatif melalui konsultasi oleh BNPB dengan kementerian/lembaga/institusi/lembaga swadaya masyarakat (seperti Sekretariat Nasional Sekolah Aman, Perkumpulan Kerlip, Paguyuban ITB88, dan KPB), lembaga donor (seperti GFDRR-BEC-TF World Bank dan Plan Indonesi), perguruan tinggi (PPMB ITB, dan Universitas Binus), lembaga PBB (seperti UNESCO Jakarta), serta mitra lain.

Selain tema sinkronisasi kebijakan, penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana juga mengusung dua tema strategis lain, yakni peningkatan partisipasi publik dan pelembagaan. Pembentukan Sekretariat Nasional Sekolah Aman di tingkat nasional, disusul dengan Sekretariat Daerah Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan kini Sumatera Barat merupakan bentuk pelembagaan aktivitas penerapan sekolah/madrasah aman.

PARAMATER adalah standart minimum yang bersifat kualitatif dan menentukan tingkat minimum yang harus dicapai dalam pemberian respon pendidikan.
INDIATOR merupakan penanda yang menunjukkan apakah standar telah dicapai. Indikator memberikan cara mengukur dan mengkomunikasikan dampak atau hasil dari suatu program, sekaligus juga proses, atau metod yang digunakan. Indikator bisa bersifat kualitatif atau kuantitatif.
VERIFIKASI adalah bukti yang telah ditetapkan untuk menunjukkan indicator.

Parameter kesiapsiagaan sekolah diidentifikasikan terdiri dari 4 faktor yaitu :
  1. Sikap dan tindakan
  2. Kebijakan sekolah
  3. Perencanaan kesiapsiagaan
  4. Mobilisasi sumberdaya
SIKAP DAN TINDAKAN
Dasar sikap dan tindakan adalah :
  1. Adanya persepsi
  2. Adanya pengetahuan
  3. Adanya ketrampilan .
Sikap dan tindakan ini tidak hanya dimiliki murid/siswa tetapi juga secara kolektif dimiliki oleh civitas sekolah yang terdiri dari guru, karyawan, komite dan masyarakat di lingkungan sekolah tersebut.

KEBIJAKAN SEKOLAH
Kebijakan sekolah adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan PRB sekolah baik secara khusus maupun terpadu.
Bersifat mengikat kepada seluruh civitas sekolah.

PERENCANAAN KESIAPSIAGAAN
Perencanaan kesiapsiagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistim PB daerah disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat.
Bentuk atau produknya berupa dokumen :
  1. Protap kesiapsiagaan
  2. Rencana Kontinjensi

MOBILISASI SUMBERDAYA
Sumberdaya yang dimobilisasi :
  1. Sumber daya manusia
  2. Sarana dan prasarana
  3. Finansial
Mobilisasi didasarkan pada kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi juga membuka peluang partisipasi dari pemangku kepentingan lainnya.

Tidak ada komentar:

Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter