Sabtu, 25 April 2009

Islam dan Permasalahan Demokrasi di Indonesia

Selain point keharaman rokok bagi anak-anak, remaja dan wanita hamil serta merokok ditempat-tempat umum dan makruhnya merokok bagi orang dewasa ditempat privat, maka point selanjutnya yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia adalah keharaman golput. Golput singkatan dari golongan putih, sebutan untuk orang yang tidak mau ikut memberikan suaranya pada Pemilihan Umum. Mengapa MUI menetapkan keharaman golput? Mari kita membahas terlebih dahulu permasalahan yang terkait dengannya yaitu demokrasi. Tentunya kita mencoba meneropongnya dengan pemahaman keislaman kita.
Demokrasi sebagaimana rokok yang belum ada pada masa Rosululloh, maka demokrasi dengan model pemilihan umum belum dikenal pada masa Rosululloh sehingga hal tersebut merupakan lahan ijtihad para ulama dan menghasilkan pandangan ulama tentang hal tersebut yang cukup beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai pandangan kelompok Islam yang juga beragam tentang demokrasi.
Demokrasi dengan system partai politik ada pertama kali di Inggris pada abad 16, partai politik didirikan rakyat Inggris untuk membatasi/mengontrol kekuasaan Raja. Perkembangan selanjutnya maka partai politik sesuai dengan teori Trias Politika menjalankan fungsinya agar terjadi keseimbangan antara tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislative (pembuat UU), eksekutif (pelaksana UU) dan yudikatif (pengawasan/peradilan). Selanjutnya demokrasi berkembang dinegara-negara barat lainnya dan pada awal abad 20 demokrasi dan partai politik juga diikuti oleh bangsa-bangsa lain termasuk dinegeri muslim seperti Indonesia yang pada waktu itu berada dalam cengkeraman kolonialisme Belanda, dengan berdiri berbagai organisasi yang bergerak dibidang politik seperti Indische Partij, Sarikat Islam, PNI, PKI, dll.
Karena tidak ada pada masa Nabi dan merupakan system buatan manusia, terlebih berasal dari barat, maka sebagian kalangan muslim menolak adanya partai politik, anti politik dan tidak mau terlibat dalam politik kekuasaan, tidak mau mengikuti pemilu karena menganggapnya sebagai system kafir. Sebagian lagi juga anti demokrasi tapi tidak anti politik kekuasaan namun bukan kekuasaan berdasarkan pemisahan menurut bangsa-bangsa (nasionalisme sempit) namun mencita-citakan munculnya kekuasaan/kepemimpinan mendunia kaum muslimin atau yang biasa dikenal dengan khilafah islamiyah.
Sebagian lagi menganggap bahwa demokrasi dan partai politik adalah system yang sekarang ada didunia dan dianggap benar oleh masyarakat internasional dan kaum muslim tidak bisa lepas dari pergaulan dunia yang hal tersebut tidak bertentangan dengan Islam dan bahkan dekat dengan konsep syuro’ atau musyawarah yang telah dikenal dalam Islam. Pandangan ini mungkin merupakan pendapat yang paling banyak dipahami oleh kaum muslimin di Indonesia dan ini pula yang sepertinya menjadi kesepakatan didalam forum ijtima Majelis Ulama Indonesia yang memandang bahwa pemilu dan partai politik adalah sebagai sarana untuk menerapkan system syuro’(musyawarah) pada sebuah negeri dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar dan beragam serta sebagai cara untuk menentukan kepemimpinan yang diajarkan dalam Islam agar kehidupan dapat berjalan dengan tertib dan terarah dan terjadi proses perubahan dalam masyarakat kearah yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dalam salah satu point tausyiyah MUI menjelang pemilu yang dibacakan oleh Ketua MUI K.H Kholil Ridwan bahwa :
“MUI melihat bahwa memilih pemimpin dalam Islam sangat menghajatkan syarat-syarat yang sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. MUI memandang bahwa pemilu yang akan diselenggarakan merupakan momentum yang strategis untuk melakukan perubahan dalam kehidupan berbangsa”
Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa apabila tiga orang dalam perjalanan maka angkatlah salah satu diantaranya menjadi pemimpin. Bahkan seorang ulama menyatakan bahwa pemimpin yang dholim lebih baik daripada tidak ada pemimpin.
Dalam prakteknya dimasyarakat kita justru umat Islam banyak yang didalam berdemokrasi mengikuti begitu saja system demokrasi ala barat yang individualis, sekuler dan liberal tanpa memandang sesuai atau tidak dengan Islam. Sebagian lagi tidak mau dalam system demokrasi juga bukan karena didasarkan pada kerangka berpikir yang Islam.
Disini kami mengingatkan dengan satu ayat Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah/menyeluruh, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syetan itu bagi kamu adalah musuh yang nyata”
Karena itu muslim kaffah seharusnya menjadikan Islam sebagai sebuah minhajul hayyah system hidup atau pandangan hidup yang komprehensif/menyeluruh/ syamil/lengkap yang mengatur setiap sisi kehidupan kita, maka seharusnya setiap muslim senantiasa siap diatur dengan aturan Islam (Al-quran dan Hadits) serta selalu memperhatikan diri dan langkahnya apakah telah sesuai dengan Islam ataukah belum?
Kita bisa mencoba untuk mengoreksi pelaksanaan demokrasi dengan system pemilu. Demokrasi yang saat ini dianggap sebagai kebenaran oleh sebagian besar manusia dimana sering diartikan sebagai system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jika kebenaran hanya diukur berdasarkan pada yang jumlahnya banyak maka tidaklah benar, bahkan ayat al-quran mensinyalir bahwa apabila kamu mengikuti sebagian besar manusia, maka itu akan menyesatkan kamu, karena sifat nafsu manusia dan godaan syetan maka justru hanya sedikit yang tetap berada dijalan kebenaran. Dan bagi orang yang beriman maka benar-tidaknya sebuah keputusan atau hukum adalah sesuai atau tidak dengan Al-Quran dan Hadits. Maka jika di barat ada istilah “suara rakyat suara Tuhan”hal tersebut tidak selamanya benar, karena jika rakyat tersebut sebagian besar beriman dan bertaqwa maka mereka juga akan membuat keputusan yang juga sesuai dengan hukum Tuhan namun bila suatu masyarakat jauh atau tidak mau terikat oleh aturan Islam maka ketika membuat keputusan atau peraturan juga tidak memperhatikan apakah sesuai dengan syariat Islam atau tidak.
Dalam demokrasi system pemilihan umum, maka kita dapat melihat bersama bahwa sebagian besar masyarakat kita belum dapat atau belum mau menggunakan kerangka dasar berpikir yang didasarkan pada kerangka berpikir yang Islami. Hal tersebut diantaranya disebabkan sebagian masyarakat muslim kita telah dijejali dengan pemikiran sekuler. Banyak diantara kita yang memandang bahwa dalam masalah politik maka kita bebas dari ikatan dengan Islam. Maka di Indonesia yang mayoritas rakyatnya beragama Islam tapi partai islam tidak pernah mendapatkan dukungan yang signifikan dengan jumlah pemeluknya. Inilah tugas kita bersama untuk meningkatkan pemahaman keislaman umat dan melakukan pendidikan politik dan jangan malah memanfaatkan kebodohan umat untuk kepentingan politik yang berorientasi pada kekuasaan belaka atau menjadikan organisasi islam sebagai kendaraan politik apalagi partai politik sekuler yang tidak mau menggunakan Islam sebagai dasar berpolitiknya.
Pemilu yang telah menghabiskan dana bertrilyun-trilyun hanya dipakai untuk kepentingannya diri sendiri dan kepentingan jangka pendek. Para caleg banyak yang bukan untuk memperjuangkan rakyat tapi sebenarnya untuk memperkaya dirinya sendiri, mereka bernafsu untuk jadi penguasa agar mendapatkan materi keduniaan. Biasanya caleg yang seperti itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaannya tersebut. Mereka akan mengobral janji dan melakukan penyuapan dengan memberikan uang atau barang kepada orang secara pribadi atau kelompok masyarakat atau organisasi. Hal tersebut tersebut jelas terlihat sebagai penyuapan lebih-lebih dilakukan hanya menjelang pemilu, sementara pada waktu-waktu sebelumnya tidak ada kabar beritanya.
Sedang hadits Rosululloh menyatakan :
“Alloh melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”.
Pejabat yang telah mendapatkan kekuasaan dengan biaya yang banyak apalagi dengan sesuatu yang tidak halal, maka nanti apabila mereka terpilih maka yang akan mereka pikirkan adalah bagaimana mengembalikan dana yang telah dikeluarkannya. Akhirnya mereka akan korupsi atau memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri.
Rakyat secara individu atau kelompok sebagai pemilih juga demikian, mereka menjual suara kemana-mana, datang kerumah calon untuk minta sesuatu atau mengajukan proposal kepada caleg-caleg. Beberapa waktu yang lalu saya ketemu dengan seseorang disebuah bengkel yang dengan bangganya mengatakan :
“Aku tah mbuh milih mbuh ora, angger aku diwei duit ya ngeneh, endi sing aweh duit akeh kuwe sing tek pilih”
Dalam hati saya berfikir ”kayak gitu kok bangga. Orang seperti inilah yang kalau jadi pejabat jadi koruptor”.
Kemarin saya baca di Radar Banyumas rubrik Surak juga demikian dan tentunya kita juga sering mendengar pemikiran yang senada dengan itu. Inilah penyakit yang menggerogoti masyarakat kita dan akan menghancurkan bangunan demokrasi dinegeri ini jika dibiarkan terus menerus. Kita sebagai tenaga pendidik yang tentunya termasuk golongan elit dan tokoh dalam masyarakat dapat memberi pembelajaran kepada masyarakat dalam berdemokrasi atau paling tidak kita dapat memberi keteladanan kepada masyarakat tentang demokrasi yang baik, santun, bermoral dan sesuai nilai-nilai Islam. Janganlah pilihan kita dipengaruhi seberapa besar seseorang itu memberi tapi seberapa besar kualitas calon pemimpin kita tersebut. Janganlah mau suara kita atau harga diri kita dibayar dengan uang, seberapapun besarnya.
Janganlah dipilih seorang caleg yang telah melakukan politik uang, menghambur-hamburkan uang sebelum pemilu saja tapi lupa kalau sudah selesai pemilu, janganlah dipilih partai yang hanya ribut kalau mau pemilu, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suaranya dengan tidak memperhatikan aturan-aturan dalam Islam seperti menggunakan jasa dukun, politik uang, diisi artis-artis, berkampanye dengan artis-artis yang bergoyang erotis dengan pakaian yang supermini dan seksi. Janganlah kita menganggap hal itu dibenarkan kalau dilakukan oleh parpol dalam mencari dukungan. Jagalah idealisme berislam termasuk dalam berpolitik. Berpegangteguhlah –bisa berarti fanatic- terhadap tapi janganlah kita fanatisme kepada parpol tertentu, kalau tidak partai X yang tidak, pokoke kalau parpol X yang mesti bener, pendeng gepeng atau pejah gesang nderek partai nopo....
Karena yang sebagai muslim yang harus menjadi pegangan kita adalah :
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Alloh tuhan semesta alam”
Dan ayat 102-104 surat Ali Imron:
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dengan sebenar-benar ketaatan kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam. Dan berpegangteguhlah kamu kepada tali agama Alloh dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Alloh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Alloh mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Alloh orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada dijurang neraka, lalu Alloh menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
Maka jangan sampai kita pindah agama (nangudzubillah) tapi tidak salah kalau kita pindah partai, asal dasarnya karena Islam, jika partai yang dulu sudah tidak kita percaya, tidak bisa memperjuangkan aspirasi kita, tidak amanah, melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam atau karena sudah menjauhi nilai-nilai Islam, sedang ada partai lain yang lebih ideal dari sisi keislaman, maka pilih partai yang lebih baik dari sisi keislaman. Hal tersebut sebagai proses seleksi terhadap partai agar dapat menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pemilih terutama pemilih muslim agar komitmen terhadap perjuangan umat.
Tidak hanya calon dan pemilihnya yang ingin memanfaatkan momen pemilu untuk dapat keuntungan, Penyelenggara pemilu mengeluh sedikitnya honor mereka terima. Bukan cuma itu pada saat musim pemilu, yang banjir order dan dapat keuntungan juga adalah percetakan, surat kabar atau televisi. Jika itu dilaksanakan dengan karena perdagangan maka sah-sah saja tapi yang bertentangan norma hukum seperti suap dan korupsi atau yang bertentangan dengan aqidah seperti praktek perdukunan atau jasa paranormal yang ternyata juga laris saat-saat sekarang yang bagi calon yang kurang imannya akan tergoda untuk memanfaatkan jasa para normal yang bayarannya bisa mencapai milyaran dengan harapan dapat menang dan terpilih. Tapi kalau kalah dan tidak terpilih maka salah satu ketidakdewasaan masyarakat kita dalam berdemokrasi juga adalah tidak mau menerima kekalahan yang akhirnya melakukan tindakan anarkis atau kekerasan atau akhirnya stress sehingga beberapa rumah sakit telah menyediakan ruangan khusus bagi caleg yang stress.
Inilah demokrasi dinegeri kita. Oleh karena ada sebagian muslim yang alergi atau anti politik. Namun jika kita orang muslim malah meninggalkannya maka dunia politik akan semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Disinilah perlu adanya orang Islam yang paham dengan agamanya yang terjun kedunia politik dengan niat untuk memperjuangkan agama Alloh dan masyarakat Islam. Sebenarnya juga tidak cukup niat dan tujuannya saja tapi juga dengan pedoman dan cara-cara yang dituntunkan oleh ajaran Islam.
“MUI menyerukan kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya sesuai kemantapan hati, dengan memilih calon legislative yang beriman, bertaqwa, jujur, terpercaya, aktif , aspiratif dan mempunyai kemampuan serta mau memperjuangkan kepentingan umat Islam dan bangsa”.
Tuntunan Islam didalam memilih pemimpin :
1. Bukan orang kafir
“janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali’dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa yang berbuat demikian , niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh” (Al-Imron:28)
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alas an yang nyata bagi Alloh (untuk menyiksamu). (Annisa : 144)
Wali menurut mufasir berarti teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong.
Q.S Attaubah ayat 23:
“hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau jadikan bapak-bapak dan saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang dzolim”
Baca lagi Al-hasyr:22
2. Bukan yahudi dan nasrani
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzolim”(Al-Maidah:51). Di ayat 57-nya Alloh menyatakan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil menjadi pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, yaitu orang-orang yang telah diberi al-kitab sebelummu dan orang-orang kafir (musyrik). Dan bertaqwalah kepada Alloh jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”
3. Bukan orang yang memusuhi islam
Q.S Mujadalah 14-16:
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Alloh sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan sedang mereka mengetahui. Alloh telah menyediakan bagi mereka adzab yang sangat keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Alloh”.
Q.S Al-Mumtahanah ; 1 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka, karena rasa kasih saying, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu”
4. Pilihlah orang yang beriman
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (bukan orang yang beriman) (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka, lebih besar lagi” (Al-Imron:118).
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Alloh”(Annisa:38)
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Alloh, Rosul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat, dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Alloh). Dan barangsiapa mengambil Alloh, rosul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Alloh itulah yang pasti menang”. (Al-Maidah:55-56)

*Disampaikan dalam pertemuan dan kajian bulanan guru dan karyawan Muhammadiyah cabang Patikraja daerah Banyumas pada tanggal 4 April 2009 di MTs Muhammadiyah Patikraja
** mantan aktifis IRM dari PR-PW dari tahun 1992-2002 dan kini aktif di Pemuda Muhammadiyah Daerah Banyumas dan Anggota Panitia Pemilihan Suara (PPS) Desa Kedungwuluh Lor Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas.

Tidak ada komentar:

Kata Kunci Guru Dalam: Google,artikel,Blogger guru,guru kata,kata guru,guru dai,kata kunci,keywords,sertifikasi guru,artikel,Blogger,guru,guru kata,kata guru,kata kunci,sismanan,mts muhammadiyah patikraja,ma muhammadiyah purwokerto,info banyumas,dai banyumas,sertifikasi guru,patikraja guyub
Flag Counter